Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I (membidangi pertahanan) DPR RI Ade Daud Nasution mendesak pemerintah Indonesia meminta klarifikasi pada Presiden Timor Timur Xanana Gusmao terkait laporan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai tuduhan bahwa aparat Indonesia telah melakukan pembunuhan terhadap lebih 100 ribu lebih orang Timor Timur. Hal itu disampaikan Ade Daud Nasution kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis berkaitan dengan laporan PBB yang telah dipublikasikan, beberapa hari lalu, terkait tuduhan pembunuhan tersebut. Dia mengatakan, momentum untuk meminta klarifikasi itu ada dalam pertemuan Presideo Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Xanana Gusmao. Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Bintang Reformasi (PBR) itu mengecam laporan Xanana Gusmao ke PBB. "Selama ini Xanana menyampaikan perlunya rekonsiliasi, namun melaporkan hal lain ke PBB," katanya. Meski telah direncanakan, namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih belum menentukan jadwal pertemuannya dengan Presiden Timor Leste Xanana Gusmao. Semula pertemuan akan dilakukan pada 28 Januari 2006 namun akhirnya ditunda. Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengatakan jadwal selanjutnya belum ditetapkan dan menyatakan bahwa penundaan itu dikarenakan Presiden Yudhoyono masih harus berkonsentrasi ke masalah-masalah dalam negeri. Dino menegaskan, penundaan tersebut tidak terkait dengan laporan Komisi Penerimaan Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste (CAVR) yang disampaikan Xanana kepada Sekjen PBB. Laporan itu sendiri disebut Indonesia sebagai "tidak menggembirakan", karena dianggap mengorek luka lama kedua negara pasca jajak pendapat di Timtim tahun 1999, yang penyelesaiannya disepakati Dili dan Jakarta dilakukan melalui mekanisme Komisi Kebenaran dan Persahabatan yang pembentukannya dideklarasikan oleh Presiden Yudhoyono dan Presiden Xanana di Jakarta pada 9 Maret 2005. "Tentang laporan, kita `unhappy` karena tuduhan yang disampaikan tidak benar, kurang benar, dipertanyakan. Kita juga tidak mengerti kenapa harus membuka kembali luka masa lalu," kata Dino. Namun Jubir Kepresidenan itu cepat-cepat menegaskan kembali bahwa penundaan pertemuan Yudhoyono-Xanana itu tidak terkait laporan yang disampaikan Xanana. Laporan CAVR setebal 2.500 halaman yang disampaikan Xanana kepada Sekjen PBB pada 20 Januari itu antara lain menyebutkan bahwa telah terjadi pembantaian terhadap 183.000 warga Timtim dalam kurun 24 tahun, yakni ketika Timtim masih bergabung dengan Indonesia (1974-1999). Dokumen itu juga mengatakan bahwa militer Indonesia berusaha membasmi warga Timtim dengan meracuni makanan dan air menggunakan napalm dan bahan kimia lainnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006