Brisbane (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith menyebut banyaknya korban sipil dalam konflik Gaza sebagai "tragedi besar" namun Canberra tetap konsisten mendukung eksistensi Israel sebagai satu negara bangsa yang "mutlak dihormati". "Posisi pemerintah Australia tentang masalah Gaza tetap sama sejak hari pertama, yakni kami percaya bahwa hak Israel untuk hidup dalam damai sebagai satu negara-bangsa harus dihormati," katanya dalam wawancara dengan stasiun TV ABC2, Selasa. Namun, terkait masalah korban perang di pihak sipil, Australia merasa perlu memastikan bahwa semua negara bangsa dan organisasi menghormati hukum humaniter dan hak-hak warga sipil. "Kami minta semua pihak yang terlibat melakukan apapun yang mereka bisa untuk menghindari jatuhnya korban sipil," katanya. Hanya saja tragedi besar kemanusiaan terjadi. "Sayangnya kami menyaksikan sangat banyak korban di pihak sipil dan itu adalah tragedi besar. Karena itu, kami telah mengindikasikan bantuan kemanusiaan (untuk Palestina-red.) senilai sepuluh juta dolar Australia tahun ini," kata Menlu Smith. Pemerintah Australia, lanjut Smith, meminta Israel dan Hamas menghormati Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1860 supaya tercapai kesepakatan gencatan senjata dalam waktu yang relatif panjang dan masuknya bantuan kemanusiaan. "Kami ingin memastikan setiap bantuan yang diberikan sampai ke tangan rakyat Gaza," katanya. Pada hari yang sama, Menlu Smith mengumumkan bantuan darurat tambahan senilai lima juta dolar Australia untuk rakyat Palestina. Ini adalah komitmen bantuan kedua pemerintah Australia setelah alokasi bantuan sebesar lima juta dolar yang disampaikan Wakil Perdana Menteri Julia Gillard pada 1 Januari lalu. Dalam setahun terakhir, pemerintah Australia sudah melipatgandakan tingkat bantuannya kepada rakyat Palestina hingga mencapai hampir 50 juta dolar Australia. Hanya saja, dalam menyikapi agresi militer Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza baru-baru ini, Pemerintah Australia secara konsisten membela Israel dan menyalahkan Hamas. Perdana Menteri Kevin Rudd menganggap Hamas organisasi teroris dan pihak yang menyebabkan konflik sedangkan aksi militer Israel tiada lain adalah "hak membela diri". Konflik bersenjata Israel-Hamas kembali terjadi setelah para pejuang Hamas melancarkan serangan roket dan mortal ke wilayah selatan Israel menyusul berakhirnya kesepakatan gencatan senjata enam bulan pada 19 Desember 2008. Israel membalas serangan Hamas dengan membom Gaza lewat udara dan disusul dengan serangan darat secara membabi-buta. Dalam aksi militer Zionis Israel selama 22 hari sejak 27 Desember 2008 itu, jumlah korban di pihak Palestina mencapai sedikitnya 1.300 orang, termasuk 400 orang anak-anak. Jumlah warga Palestina yang terluka mencapai 5.300 orang. Selain korban jiwa, ribuan rumah warga, gedung sekolah, rumah sakit, dan gedung PBB juga hancur lebur akibat serangan Israel dengan total nilai kerugian diperkirakan 476 juta dolar Amerika Serikat. Sebaliknya, Israel mengklaim jumlah korban tewas di pihaknya hanya 13 orang.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009