Kurangnya pasokan pupuk bersubsidi diperparah dengan alokasi yang tidak tepat sasaran dan adanya keterlambatan.
Jakarta (ANTARA) - Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) merekomendasikan program pupuk bersubsidi diganti menjadi bantuan tunai yang disalurkan melalui Kartu Tani dan dapat dibelanjakan pupuk oleh petani sesuai dengan jenis dan kebutuhan lahan pertanian masing-masing.

Rekomendasi dari penelitian CIPS berjudul "Beralih dari Subsidi Pupuk dan Benih: Mengkaji Ulang Bantuan untuk Mendorong Produktivitas dan Persaingan di Pasar Input Pertanian" yang dikutip di Jakarta, Jumat, mengemukakan dengan digantinya program pupuk bersubsidi dengan bantuan tunai melalui Kartu Tani bisa meningkatkan pilihan pupuk sesuai kebutuhan petani, menutup kesenjangan harga antara pupuk subsidi dan komersil, serta mendorong kompetisi produk.

Penelitian CIPS mengemukakan beberapa kendala dalam program pupuk bersubsidi mulai dari alokasi ketersediaan, penyaluran atau distribusi, dan penggunaan pupuk tidak seimbang oleh petani yang berpengaruh pada produktivitas serta berdampak pada unsur hara lahan pertanian.

Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kuantitas alokasi pupuk bersubsidi hanya memenuhi sekitar 37–51 persen kebutuhan pupuk petani. Pada tahun 2019 dan 2020, selisih antara alokasi pupuk subsidi dan kebutuhan pupuk berkisar antara 1,04 dan 5,71 juta ton.

Baca juga: Kementan sebut penyaluran pupuk subsidi 2021 sebanyak 7,76 juta ton


"Kurangnya pasokan pupuk bersubsidi diperparah dengan alokasi yang tidak tepat sasaran dan adanya keterlambatan. Kesalahan alokasi muncul ketika perusahaan perkebunan dan petani yang tidak tergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) justru menerima pupuk bersubsidi," kata peneliti CIPS Aditya Alta yang menjadi salah satu penulis penelitian tersebut.

Penelitian tersebut mengungkapkan masalah kedua terkait produktivitas pertanian Indonesia adalah rendahnya penggunaan input pupuk berkualitas dan dengan kombinasi yang seimbang. Penggunaan pupuk di Indonesia didominasi oleh pupuk kimia, terutama urea.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono pada rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI beberapa hari lalu turut mengungkapkan hal serupa, yakni minimnya unsur organik di lahan pertanian Indonesia berdampak pada keterbatasannya produktivitas. Hal itu disebabkan oleh penggunaan pupuk kimia secara terus menerus.


Baca juga: Pupuk Indonesia siapkan sistem digital kawal pupuk subsidi hingga kios

Peneliti CIPS mengungkapkan penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, komposisi unsur hara mikro dan mikroba, daya simpan air, dan efektivitas pupuk non-organik. "Akan tetapi, pupuk organik seperti kompos, pupuk kandang, dan pupuk hijau kurang tersedia secara komersial," katanya.

Rekomendasi CIPS mengenai dicabutnya program pupuk subsidi dan diganti dengan bantuan tunai melalui Kartu Tani diharapkan agar petani bisa membeli pupuk yang sesuai dengan kebutuhan lahan pertaniannya.

Penghapusan bantuan pupuk bersubsidi menjadi bantuan tunai melalui Kartu Tani, seperti halnya pemerintah menghapuskan bantuan sosial beras rastra menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di mana masyarakat bisa membeli sendiri kebutuhan pangan yang diperlukannya dengan dana yang ditransfer ke Kartu Keluarga Sejahtera.

Baca juga: Ketua Komisi IV minta Kementan benahi data penerima pupuk subsidi
Baca juga: Hadapi musim tanam 2022, Pupuk Kaltim pastikan stok pupuk subsidi aman


 

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2022