Jakarta (ANTARA) - Mesir bersumpah akan membalas kekalahan dari Senegal pada final Piala Afrika 2021 beberapa jam lalu dengan mengalahkan negara Afrika barat itu dalam pertandingan dua leg playoff Piala Dunia Qatar 2022 bulan depan.

Mesir kalah adu penalti 2-4 sehingga memupus impian meraih gelar Afrika kedelapan sekaligus memperpanjang penantian merebut kembali trofi yang terakhir kali mereka dapatkan pada 2010.

Sebaliknya Senegal akhirnya masuk elite sepak bola Afrika yang kini sudah 14 negara menjuarai Africa Cup of Nations sejak 1957.

Baca juga: Senegal juara Piala Afrika 2021, presiden umumkan hari libur nasional

Mesir masih dominan dengan tujuh kali juara dan tiga kali runner up, disusul Kamerun lima kali juara dan dua kali runner up, kemudian Ghana empat kali juara dan lima kali runner up, serta Nigeria tiga kali juara dan empat kali runner up.

Apakah sesumbar Mesir itu akan terwujud atau justru Senegal yang makin mengukuhkan diri sebagai raja Afrika era ini?

Sulit untuk menjawabnya karena sepak bola kadang tidak bisa ditebak dari performa ciamik atau apalagi jika performa itu hanya dengan melihat faktor ada megabintang di situ.

Tetapi justru karena sulit ditebak itu, maka pertemuan kedua negara dalam memperebutkan salah satu dari lima jatah Afrika untuk Piala Dunia bulan depan itu akan sangat menarik untuk diikuti.

Meskipun demikian, kalau mau jujur, terlepas kemenangan itu diraih dari adu penalti, Senegal memang tim yang lebih baik dalam final AFCON 2021 di Stade d'Olembe, Yaounde, Kamerun, Senin dini hari WIB lalu itu.

Sebaliknya Mesir menjadi tim yang lebih beruntung karena selama 120 menit menjadi pihak yang lebih tertekan. Beruntung mereka memiliki kiper sehebat Mohamed Abou Gabal. Tak heran kiper ini pula yang dinobatkan sebagai man of the match dalam partai puncak turnamen kontinental sebenua hitam itu.

Gawang Mesir terancam delapan kali dibobol Senegal yang total melepaskan 13 percobaan gol, sedangkan Tim Firaun hanya bisa tiga kali membuat peluang emas dalam pertandingan yang memacu adrenalin itu.

Kedua tim sama-sama memiliki bomber yang merajalela tidak saja dalam Liga Premier Inggris tetapi juga dalam pentas Eropa di Liga Champions, pada diri Sadio Mane dan Mohamed Salah.

Baca juga: Mohamed Salah bersumpah balas Senegal dalam playoff Piala Dunia


Lebih lengkap

Tetapi ada satu faktor yang membuat Mane terlihat lebih bisa mengerahkan segala kemampuannya ketimbang Mo Salah yang kerap seperti memanggul nasib sebuah tim di pundaknya seorang. Faktor itu adalah dukungan tim.

Memang baik Mane maupun Salah tak berhasil menciptakan gol dalam pertandingan final sebelum adu penalti tersebut. Tetapi Mane terlihat lebih nyaman bermain dalam teamwork yang kuat dan memiliki asisten-asisten yang hampir dia dapatkan di Liverpool.

Sebaliknya, Mo Salah tidak mendapatkan kemewahan seperti itu. Dia acap harus berjuang sendirian di sepertiga lapangan terakhir dan berulang kali tak bisa mencari jalan keluar dari kepungan bek-bek Senegal begitu menguasai bola, sebagian karena tiadanya rekan satu tim yang bisa memecah konsentrasi lawan seperti dia memiliki Sadio Mane atau Roberto Firmino di Liverpool.

Mesir memang tangguh di lini belakang, terutama kipernya yang tidak saja pandai memposisikan diri namun juga pintar membaca jalan pikiran tim serang Senegal sehingga beberapa kali menyelamatkan gawang Mesir, termasuk saat menggagalkan tendangan penalti pemain sekaliber Sadio Mane pada menit ketujuh babak pertama.

Tetapi mereka kedodoran di lapangan tengah dan ini membuatnya menjadi tim yang lebih didikte lawan ketimbang Senegal. Performa rendah di lapangan tengah ini membuat barisan belakang Senegal sering mudah saja menghalau tusukan-tusukan Mahmoud Trezegue, Mostafa Mohamed, dan Omar Marmoush yang sesekali mengancam gawang Singa Teranga.

Ancaman paling besar bagi Senegal tentu saja Mohamed Salah. Dia menjadi pemain Mesir yang paling sering menguji ketangguhan kuartet pertahanan Senegal yang dipimpin bek Napoli Kalidou Koulibaly, dan sekaligus beberapa kali membuat was-was kiper Senegal yang juga kiper utama Chelsea, Edouard Mendy.

Baca juga: Momen final Piala Afrika 2021 dan Senegal juara Piala Afrika

Bayangkan jika Salah mendapatkan pasokan bola selancar yang dia dapatkan ketika memiliki rekan-rekan satu tim yang jago menghegemoni sektor kanan dan tengah lapangan seperti bek kanan Trent Alexander Arnold, trio gelandang Jordan Henderson, Fabinho, dan Thiago Alcantara, selain memiliki mitra serang semaut Mane dan Firmino? Mungkin apa yang dilakukannya saat merangsek daerah pertahanan Senegal bisa menciptakan gol yang mungkin lebih dari satu.

Oleh karena itu, dengan fakta dia masih bisa sangat merepotkan barisan pertahanan Senegal yang sangat tangguh itu walau tanpa mendapatkan mitra yang suportif buat dia, maka Mo Salah bisa dibilang lebih hebat dari Sadio Mane.

Kenyataannya pula statistik kedua tim selama di Liverpool memang menempatkan Salah sedikit di atas Mane. Paling tidak itu terlihat dari jumlah gol yang dibuat kedua pemain sepanjang bersama Liverpool. Salah 148 gol, Mane 107 gol, padahal Mane setahun lebih lama bersama The Reds.

Sayang, Mo Salah tidak memiliki tim sekomplit yang mendampingi Mane di Senegal.

Singa Terang mungkin tim yang lebih lengkap dan lebih merata kekuatannya, baik pertahanan, lapang tengah maupun lini serang. Mereka di atas rata-rata tim Afrika yang bertarung dalam turnamen AFCON edisi 2021 di Kamerun ini.

Baca juga: Fakta singkat Senegal, juara Piala Afrika 2021


Terbiasa level tinggi

Senegal sangat tajam kala menyerang, mereka pemenang saat bertarung di lapangan tengah, dan tangguh dalam menjaga pertahanan.

Mereka bisa begitu karena skuad mereka dibangun di atas fondasi kuat yang semua sektornya diisi pemain-pemain kenyang berkompetisi dalam atmosfer dan level tinggi, mengingat kebanyakan dari mereka bermain di klub-klub raksasa di liga-liga paling kompetitif di Eropa.

Lihat saja skuad mereka saat final melawan Mesir itu. Selain semuanya produk asing, sembilan dari 14 pemain mereka yang bertanding dalam final Piala Afrika 2021 itu adalah juga pemain tujuh klub raksasa Eropa.

Ketujuh klub raksasa itu adalah Chelsea (kiper Edouard Mendy), Bayern Muenchen (bek Bouna Sarr), Napoli (bek tengah Kalidou Koulibaly), Paris Saint Germain (bek Abdou Diallo dan gelandang Idrissa Gana Gueye), Leicester City (gelandang Nampalys Mendy), Olimpique Marseille (Bamba Dieng dan Pape Gueye), dan Liverpool (Sadio Mane).

Tiga dari lima pemain sisanya juga bukan dari klub sembarangan karena ada Boulaye Dia yang membela Villareal, Cheikhou Kouyate yang biasa bermain untuk Crystal Palace, dan Ismaila Sarr yang menjadi andalan Watford.

Baca juga: Preview final Piala Afrika 2021: Mesir vs Senegal

Itu berbeda dengan Mesir yang hanya lima dari 15 pemain yang bermain dalam final AFCON 2021 itu berasal dari klub-klub luar Mesir. Dan dari lima itu hanya Mohamed Salah dan Mahmoud Trezegue yang berasal dari tim raksasa Eropa. Salah dari Liverpool, Trezegue dari Aston Villa.

Dengan komposisi skuad yang dihuni pemain-pemain yang terbiasa bermain dalam level tinggi seperti itu Senegal pun menjadi batu sandungan siapa pun di Afrika.

Omong-omong, mereka juga menjadi tim dengan peringkat FIFA paling tinggi di Afrika. Senegal peringkat 20, Mesir peringkat 45. Bahkan peringkat kedua terbaik di Afrika yakni Maroko saja masih delapan level di bawah Senegal.

Pada level Piala Dunia, Senegal pun lebih baik ketimbang Mesir. Senegal pernah mencapai perempat final pada edisi 2002 dari dua kali mencapai putaran final turnamen olahraga terbesar kedua setelah Olimpiade itu, sedangkan Mesir belum pernah lolos ke fase knockout selama tiga kali mengikuti putaran final Piala Dunia.

Oleh karena itu, kecuali Mesir menyediakan mitra-mitra yang kuat di tengah dan depan untuk Mo Salah, Senegal bakal akan sesulit dihadapi seperti final Piala Afrika 2021.

Baca juga: Tatkala dua bomber Liverpool berhadapan dalam final Piala Afrika

Copyright © ANTARA 2022