Kelelahan diatur secara sentral oleh otak
Makassar (ANTARA) - Pidato pengukuhan Prof Syamsia tentang "Penguatan Hierarki Pengendalian Kelelahan Kerja untuk Mencegah Kecelakaan Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya" menghantarkannya menjadi Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat di Unhas.

Prof Dr dr Hj Syamsiar S Russeng MS dalam pengukuran di Makassar, Rabu, mengatakan penelitian yang dilakukan berfokus tentang kelelahan pada pengemudi sebagai salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas di jalan raya.

"Untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan dan gangguan kesehatan akibat kerja perlu suatu perlakuan atau penerapan manajemen yang baik terkait pekerja, termasuk pengemudi," kata Prof. Syamsiar.

Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut. "Kelelahan diatur secara sentral oleh otak," katanya.

Baca juga: Polisi ingatkan pengemudi harus istirahat bila sudah kelelahan
Baca juga: KNKT ungkap penyebab kecelakaan di jalan tol karena kelelahan sopir

Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem aktivitas (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Penyebab terjadinya kelelahan antara lain aktivitas kerja fisik, mental, ruang kerja yang tidak ergonomik, sikap kerja hingga kebutuhan kalori kurang.

"Hierarki pengendalian kelelahan kerja pengemudi adalah mempersiapkan diri dengan cukup tidur, mengatur shift atau jam kerja dan tidak memaksakan untuk mengoperasikan kendaraan jika dalam kondisi yang kurang sehat," katanya.

Pengusaha wajib melakukan pemeriksaan kesehatan berkala kepada pengemudi, pelatihan tanggap darurat dan pengenalan tanda-tanda kelelahan.

"Pengemudi harus menyadari akan pentingnya keselamatan dalam bekerja/berkendara dengan cara mengenal hazard-hazard (kelelahan) yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, karena hazard terbesar dalam berkendara adalah kegagalan mengenali hazard itu sendiri," ujarnya.

Baca juga: Kemenhub minta tempat wisata fasilitasi istirahat sopir
Baca juga: Sebanyak 246 sopir bus DKI tidak layak mengemudi

Selain Prof Syamsiar, Unhas juga mengukuhkan dua Guru Besar masing-masing Prof H Yahya Thamrin MKes MOHS PhD sebagai merupakan guru besar bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Serta Prof Dr Nurhaedar Jafar Apt MKes sebagai Guru Besar bidang Penentuan Status Gizi.

Prof Nurhaedar dalam pidatonya mengatakan sindrom metabolik (SM) merupakan kelainan metabolik kompleks yang diakibatkan oleh peningkatan obesitas. Prevalensi SM menunjukkan tren peningkatan seiring dengan peningkatan kejadian obesitas.

Salah satu cara menurunkan prevalensi obesitas adalah melalui pendidikan gizi seimbang. Penerapan pendidikan gizi telah berhasil pada berbagai aspek, diantaranya untuk menjaga berat badan.

Upaya pengendalian SM salah satunya adalah dengan melakukan perubahan perilaku yang didasarkan atas keinginan sendiri. Pemberian pendidikan, konseling dan dukungan memberikan hasil positif dan adopsi jangka panjang dengan menerapkan konsep Self Determination Theory (SDT).

"SDT merupakan konsep yang memprediksi perilaku dan konsekuensinya, motivasi adalah hal penting dalam pendekatan ini," kata Prof Nurhaedar.

Baca juga: Dinkes DKI dorong pemahaman gizi masuk kurikulum sekolah
Baca juga: ASNI: Anak obesitas perlu perbanyak asupan antioksidan selama pandemi

Sementara Prof Yahya menjelaskan terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai standar dan budaya perlindungan, pembudayaan K3 dalam konteks global serta peran sektor pendidikan dalam membangun budaya K3.

Menurut dia, K3 merupakan salah satu aspek perlindungan ketenagakerjaan dan merupakan hak dasar dari bukan hanya setiap tenaga kerja yang ruang lingkupnya telah berkembang. Akan tetapi, juga mencakup keselamatan dan kesehatan masyarakat.

Industrialisasi di seluruh sektor pembangunan ekonomi yang sedang berkembang selain menumbuhkan tingkat kesejahteraan masyarakat utamanya pekerja, di sisi lain mengakibatkan dampak negatif berupa terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

"Semua pihak berkewajiban dan berperan aktif sesuai fungsi dan kewenangannya melakukan berbagai upaya secara terus menerus dan berkesinambungan serta menjadikan K3 sebagai bagian budaya kerja. Dengan harapan, dapat mencegah kasus kecelakaan dan penyakit kerja," jelasnya.

Baca juga: Menaker: Sosialisasi budaya K3 akan dilakukan lewat materi pendidikan

Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022