Itu pun mulai 1 April 2022, kalau dalam konteks setahun itu tiga perempat tahun, sehingga dampaknya inflasi ke 2022 cukup terbatas
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menilai kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebanyak 1 persen dari 10 persen menjadi 11 persen akan berdampak terbatas terhadap inflasi di 2022.

Hal itu dikarenakan kenaikan tarif PPN relatif rendah dan baru dimulai di pertengahan tahun.

“Itu pun mulai 1 April 2022, kalau dalam konteks setahun itu tiga perempat tahun, sehingga dampaknya inflasi ke 2022 cukup terbatas,” kata Febrio dalam Taklimat Media daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Sementara itu, pemerintah menargetkan sasaran inflasi pada 2022 sebesar 3 plus minus 1 persen year on year (yoy), atau lebih tinggi dari realisasi 2021 sebesar 1,87 persen year on year. “Kita ada kenaikan tapi tidak akan terlalu banyak karena PPN, itu (kenaikan inflasi) di bawah setengah persentase inflasi. Jadi cukup bisa kita antisipasi,” ujar Febrio.

Kebijakan tarif PPN yang baru telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pada 2025 kenaikan tarif tunggal PPN akan berlanjut menjadi 12 persen. Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan pihaknya kini tengah menyusun aturan turunan PPN agar bisa diimplementasikan per awal April 2022.

Aturan turunan PPN dalam UU HPP akan mempertimbangkan bermacam aspek, terutama daya beli masyarakat yang masih terdampak COVID-19.

Baca juga: Kemenkeu: Penerimaan PPN produk digital capai Rp5,03 triliun
Baca juga: Pengamat sebut kenaikan tarif PPN berdampak ke kelas menengah
Baca juga: Asosiasi: PPN pada bahan baku pakan berpotensi picu inflasi

 

Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022