Jakarta (ANTARA) - Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai Indonesia melakukan langkah strategis terkait pembelian 42 pesawat Dassault Rafale dan dua Scorpene dari Prancis.

"Ini bukan pekerjaan mudah untuk melakukan modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista)," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Khairul menjelaskan desakan mengevaluasi dan memodernisasi alutsista TNI kencang disuarakan. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan juga menyampaikan komitmennya untuk terus memodernisasi alutsista.

Langkah itu dinilai tidak mudah, apalagi di tengah keterbatasan anggaran dan kondisi pandemi yang tak kunjung reda. Dibutuhkan ruang fiskal memadai untuk menjawab harapan masyarakat agar TNI segera menggunakan alutsista muda, berteknologi terkini dan mumpuni.

"Oleh karena itu, pembelian Rafale dan Scorpene ini, saya kira tepat. Terutama dengan keterbatasan anggaran dan ragam tantangan yang kita hadapi," ujar dia.

Baca juga: Menhan Prabowo: Pemerintah dukung pengembangan alutsista TNI AD

Baca juga: Panglima dengarkan paparan Dankormar terkait alutsista dan personel


Menurutnya, penting untuk bisa mendapatkan alutsista dengan spesifikasi tinggi dan dapat digunakan di berbagai misi (multimission) guna melengkapi serta memperkuat pertahanan Indonesia termasuk dan efektivitas nya.

Ia mengingatkan Indonesia menghadapi tantangan dan ancaman yang tidak kecil, baik dari dalam maupun dari luar negeri, terhadap kedaulatan. Berdasarkan data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), lima negara terbesar dengan porsi 62 persen anggaran belanja militer global, yakni Amerika Serikat (AS), China, India, Rusia, dan Inggris terus meningkatkan belanja pertahanannya.

"Tiongkok bahkan terus mencatat kenaikan signifikan sepanjang 26 tahun terakhir. Bila tidak memiliki pertahanan yang kuat, Indonesia tidak memiliki posisi tawar dalam menghadapi dinamika lingkungan strategis," tegasnya.

Di satu sisi, Khairul mengakui pemerintah dihadapkan pada situasi sulit dan dilematis dalam merespons dinamika yang ada. Akan tetapi, Indonesia tidak bisa lagi membenturkan urgensi antara pembangunan kesejahteraan dengan upaya menjaga kemampuan pertahanan guna menangkal gangguan dan ancaman kedaulatan negara.

"Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan merupakan salah satu cara untuk memperkecil ancaman terjadinya perang," tuturnya.

Baca juga: Lima alutsista TNI terbaru di Tahun 2021

Baca juga: Pengamat: Diplomasi Menhan Prabowo perkuat alutsista TNI


Mengingat banyaknya tantangan dalam menegakkan kedaulatan dan menjaga keamanan perairan, Indonesia dituntut memprioritaskan tambahan alutsista laut yang memiliki efek deteren paling tinggi, kapal selam.

"Dalam hal ini, Scorpene sangat layak kita miliki," ujarnya.

Atas dasar itu, sekalipun Indonesia secara faktual baru membeli enam dari total target 42 Rafale, Khairul menganggapnya wajar. Sebab, pengadaan tersebut mesti dimaknai sebagai upaya modernisasi alutsista dengan memperhatikan kondisi keuangan negara.

Di sisi lain, ia mengingatkan Indonesia memiliki target industri pertahanan yang kuat dan kemandirian alutsista di masa depan. Dengan demikian, penting agar tidak bergantung pada negara tertentu dalam hal pemenuhan kebutuhan alutsista.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022