Kuala Lumpur (ANTARA) - Pemerintah Federal Malaysia memberikan hak kepada Pemerintah Negara Bagian Sarawak untuk menentukan definisi pribumi sendiri tanpa mengikuti definisi dari pemerintah pusat menyusul amandemen undang-undang di negara tersebut.

"Perubahan Pasal 161A ayat (6) dan (7) Konstitusi Federal menetapkan bahwa ras yang dihitung sebagai ras asli untuk Sarawak adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Negara Bagian," kata Menteri di Departemen Parlemen dan Hukum Kantor Perdana Menteri Dr. Haji Wan Junaidi di Kuala Lumpur, Jumat.

Oleh karena itu, kata dia, melalui amandemen ini definisi ras pribumi di Sarawak tidak lagi tunduk pada ketentuan Konstitusi Federal dan dapat sepenuhnya ditentukan oleh Pemerintah Negara Bagian Sarawak melalui Undang-Undang Negara Bagian Sarawak sendiri.

Wan Junaidi menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar (Amandemen) RUU 2022 telah disetujui Raja Sultan Abdullah pada 19 Januari 2022.

Selanjutnya RUU tersebut dikukuhkan sebagai Undang-Undang Perubahan, yaitu Undang-Undang Dasar (Amandemen) 2022 [UU A1642] pada tanggal 25 Januari 2022.

"Berdasarkan ayat 1 (2) UU A1642, Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal yang ditetapkan oleh Yang di-Pertuan Agong. Dalam hal ini, Yang di-Pertuan Agong telah menyetujui Undang-undang A1642 mulai berlaku pada 11 Februari 2022," katanya.

Wan Junaidi menginformasikan bahwa undang-undang ini mencakup amandemen Pasal 1 (2), 160 (2) dan 161A (6) dan (7) Konstitusi Federal dan merupakan komitmen Pemerintah terhadap Perjanjian Malaysia 1963 (MA63).

Konstitusi (Amandemen) RUU 2021 untuk amandemen Pasal 1 (2), 160 (2) dan 161A (6) dan (7) Konstitusi Federal disahkan di Dewan Rakyat pada 14 Desember 2021 dengan dukungan dua pertiga mayoritas (199 anggota) dan Senat dengan dukungan 49 anggota pada 23 Desember 2021.

Wan Junaidi menyatakan bahwa penegakan UU A1642 adalah satu komitmen Pemerintah Federal pada Perjanjian Malaysia 1963
(MA63).

"UU ini sangat penting dan merupakan 'kabar baik' yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Sabah dan Sarawak dimana amandemen ayat (2) Pasal 1 dan ayat (2) Pasal 160 Konstitusi Federal ini untuk lebih memperjelas posisi negara bagian di Malaysia sesuai dengan pasal-pasal yang tersurat dan tersirat dalam Perjanjian Malaysia 1963," katanya.

Baca juga: Dua tokoh politik Malaysia positif COVID-19
Baca juga: Malaysia konfirmasi penangkapan eks diplomat Bangladesh

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022