Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mewaspadai kekerasan yang terjadi di Abepura, Papua, pada Senin 1 Agustus 2011 sebagai aksi makar meski penyelidikan oleh kepolisian belum menemukan para pelaku penembakan maupun motivasi mereka.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sebelum mengikuti buka puasa bersama di Istana Negara, Jakarta, Rabu, mengatakan pemerintah akan bertindak tegas sesuai dengan prosedur hukum berlaku kepada setiap aksi yang ingin memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kita tidak mau NKRI terpecah, itu saja prinsipnya," ujarnya.

Menurut Purnomo, kekerasan yang menewaskan empat orang pada Senin pagi di Abepura itu memang terkait dengan masalah politik karena ditemukan bendera bintang kejora dari hasil olah tempat kejadian perkara oleh polisi.

"Itu memang terkait dengan masalah politik karena di sana ada bintang kejora. Prinsip kita bahwa NKRI itu harus dipertahankan. Tidak ada alasan, tidak ada kemungkinan bagi mereka untuk menaikkan bintang kejora. Itu prinsip," tuturnya.

Aksi kekerasan terjadi lagi di Abepura, Papua, yang menewaskan empat orang terdiri atas tiga warga sipil dan satu anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diidentifikasi sebagai prajurit satu TNI Dominikus Keraf.

Peristiwa tersebut terjadi menjelang Shubuh di Poros Koya wilayah Abepura. Para pelaku memalang jalan dengan batang pohon dan meminta setiap kendaraan untuk berhenti. Setelah itu para pelaku menyerang penumpang kendaraan dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam.

Dari hasil olah kejadian tempat perkara, polisi menemukan selongsong peluru, tombak, anak panah, satu pisau tulang kasuari, dan satu lembar bendera berlambang bintang kejora.

Meski demikian, Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombespol Wachyono mengatakan, pelaku belum bisa diketahui dan meski ditemukan bendera bintang kejora belum bisa menjelaskan apa pun.

Pada 29 November 2010 juga terjadi aksi penyerangan oleh kelompok bersenjata di wilayah Abepura.

Purnomo mengatakan, konferensi international lawyer for West Papua yang digelar di London pada Selasa 2 Agustus 2011 sebagai upaya memerdekakan Papua sebenarnya tidak mendapatkan respons dunia internasional.

"Mereka tidak menyadari bahwa konferensi di London itu tidak ada atensi dari semuanya. Jadi yang dilakukan di London untuk referendum sebagainya itu tidak ada respons dari dunia," jelasnya.

Sementara itu Menkopolhukam Djoko Suyanto mengatakan, aksi kekerasan dengan melakukan penembakan memang terjadi di Papua. Karena itu segala upaya pemerintah untuk menangani aksi separatis jangan segera dipersepsi sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

"Sehingga kalau aparat melakukan tugasnya dalam penegakan hukum jangan salah dipersepsikan seolah kita melakukan pelanggaran HAM," ujar Djoko.(*)

(T.D013*P008/I007)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011