Jakarta (ANTARA News) - Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis siang di dominasi aksi lepas saham oleh pelaku pasar sehingga menekan indeks harga saham gabungan (IHSG) melemah 0,40 persen menyusul merosot bursa global.

Indeks BEI turun 16,616 poin menjadi 4.119.871 poin dan indeks LQ-45 berkurang 3,086 poin atau 0,42 persen menjadi 729,658.

Analis PT Makinta, Harry Kurniawan di Jakarta, Kamis mengatakan, indeks BEI kembali terkoreksi, karena aksi lepas oleh pelaku saham akibat pasar eksternal yang kembali negatif.

Pelaku pasar khususnya asing melepas sahamnya, karena khawatir ekonomi Amerika Serikat masih belum membaik, meski ada kesepakatan kenaikan pagu utang antara pemerintah AS dan Kongres, ucapnya.

Meski demikian, menurut dia, peluang indeks BEI untuk kembali menguat masih besar, karena investasi asing diperkirakan akan meningkat, mereka memfokuskan perhatian terhadap kawasan Asia yang potensi pasarnya masih besar.

"Kami optimis indeks BEI akan kembali menguat hingga mencapai 4.200 poin pada akhir tahun ini," katanya.

Ia mengatakan, koreksi terhadap saham-saham unggulan saat ini dalam upaya menekan harga saham itu bergerak turun yang dinilai sudah tinggi.

Karena itu pasar saham Indonesia dalam dua hari berturut-turut terus mengalami tekanan pasar, sehingga sejumlah saham unggulan dan lapis dua mengalami koreksi harga, ucapnya.

Saham Astra Internasional misalnya tuun Rp450 menjadi Rp70.200, saham United Tractor berkurang Rp600 menjadi Rp25.300, dan saham HM Sampoerna melemah Rp250 menjadi Rp31.700.

Selain itu saham perbankan seperti Bank BRI turun Rp150 menjadi Rp7.050 dengan volume transaksi sebesar 14,37 juta unit senilai Rp101,83 miliar dan saham Bank BCA melemah Rp50 menjadi Rp8.650 dengan transaksi sebesar 3,68 juta senilai Rp31,61 miliar.

Sementara itu, Analis PT Millenium Danatama Securities, Ahmad Riyadi mengatakan, penurunan indeks BEI terutama terpicu oleh aksi lepas saham P Gas yang mengalami aksi jual sebanyak 127,27 juta unit senilai Rp464,61 miliar pada kurs turun Rp225 menjadi Rp3.600.

Namun faktor fundamental ekonomi makro Indonesia yang cukup baik menahan gejolak tekanan pasar, karena masih ada sejumlah saham yang mengalami kenaikan harga, katanya.(ANT-CS)





Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011