Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi dua saksi perihal adanya dugaan aliran sejumlah uang untuk tersangka hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya nonaktif Itong Isnaeni Hidayat (IIH) terkait pengurusan perkara.

Dua saksi merupakan wiraswasta, yakni Mahmud Ali Zain dan Abdul Majid. KPK memeriksa keduanya di Gedung Ditreskrimsus Polda Jatim, Kamis (10/2) untuk tersangka Itong dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara di PN Surabaya.

"Keduanya hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait alasan diajukannya permohonan pembubaran PT SGP (Soyu Giri Primedika) ke PN Surabaya dan juga mengenai adanya dugaan pemberian sejumlah uang untuk tersangka IIH agar permohonan dimaksud dikabulkan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Selain dua saksi itu, KPK pada Kamis (10/2) juga memeriksa Panitera Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Kelas IA Khusus R Joko Purnomo sebagai saksi untuk tersangka Itong.

"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan tugas saksi sebagai panitera dan komunikasi saksi dengan tersangka HD selama proses persidangan perkara PT SGP," ucap Ali.

KPK telah menetapkan Itong bersama Panitera Pengganti pada PN Surabaya nonaktif Hamdan (HD) sebagai tersangka penerima. Sementara tersangka pemberi adalah pengacara dan kuasa dari PT SGP Hendro Kasiono (HK).

Baca juga: MAKI desak KPK ambil alih perkara TPPU Setya Novanto

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Itong selaku hakim tunggal pada PN Surabaya menyidangkan salah satu perkara permohonan terkait pembubaran PT SGP.

Adapun yang menjadi pengacara dan mewakili PT SGP adalah Hendro di mana diduga ada kesepakatan antara Hendro dengan pihak perwakilan PT SGP untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim yang menangani perkara tersebut.

KPK menduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara ini sejumlah sekitar Rp1,3 miliar dimulai dari tingkat putusan Pengadilan Negeri sampai tingkat
putusan Mahkamah Agung.

Sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp1,3 miliar itu, Hendro menemui Hamdan dan meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan Hendro.

Untuk memastikan proses persidangan perkaranya berjalan sesuai harapan, Hendro diduga berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan dengan menggunakan istilah "upeti" untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang.

KPK mengungkapkan setiap hasil komunikasi antara Hendro dan Hamadan diduga selalu dilaporkan oleh Hamdan kepada Itong. KPK menyebut putusan yang diinginkan oleh Hendro diantaranya agar PT SGP dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.

Hamdan lalu menyampaikan keinginan Hendro kepada Itong. Itong pun menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang. Pada 19 Januari 2022, uang lalu diserahkan oleh Hendro kepada Hamdan sejumlah Rp140 juta yang diperuntukkan bagi Itong.

KPK juga menduga Itong menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di PN Surabaya dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.

Tersangka Itong dan Hamdan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal asal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara tersangka Hendro sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: KPK harap putusan Azis Syamsuddin pertimbangkan seluruh fakta hukum
Baca juga: KPK dalami penunjukan Itong jadi Ketua Majelis Hakim perkara PT SGP

 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022