Balai Pustaka harus berubah atau bertransformasi menjadi Balai Pustaka modern yang beradaptasi dengan digital total dengan pendekatan-pendekatan baru.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty mendorong PT Balai Pustaka (Persero) untuk melakukan transformasi bisnis.

“Balai Pustaka harus berubah atau bertransformasi menjadi Balai Pustaka modern yang beradaptasi dengan digital total dengan pendekatan-pendekatan baru," ujar Evita dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Hal itu disampaikan Evita menanggapi upaya membentuk holding Danareksa atau pengelola BUMN lintas sektoral dengan 10 perusahaan anggota holding di dalamnya termasuk Balai Pustaka.

Baca juga: Danareksa bertransformasi sebagai "holding" BUMN lintas sektor

BUMN ini didorong untuk mengikuti kebiasaan baru pembacanya, dan mengembangkan pendapatan baru melalui pengembangan model bisnis dan komunitas.

Menurut Evita, selama dua dekade terakhir bisnis tradisional percetakan telah menurun sangat tajam, Balai Pustaka harus menciptakan bisnis digitalnya secara total melalui lisensi digital, kemitraan dan lainnya.

Saat ini hampir semua penerbit besar mengembangkan versi digital, mengikuti kebiasaan baru pembacanya, mengatur semuanya lebih efisien mulai dari pembuatan konten, manajemen, distribusi dan proses alur kerja publikasi.

Balai Pustaka diharapkan tidak sekadar mengubah model bisnis tradisionalnya menjadi digital melainkan bagaimana mereka kemudian mendorong pembacanya untuk berpartisipasi dalam proses transformasi itu, antara lain dengan membangun komunitasnya, dan menjangkau lebih banyak pembacanya dan memberikan pendapatan baru bagi Balai Pustaka.

“Balai Pustaka memiliki kekuatan sejarah dan potensi buku-buku, majalah dan dokumen penting karya para tokoh, penulis atau sastrawan besar di Indonesia. Balai Pustaka berperan penting dalam membangun karakter bangsa, membangun kecerdasan bangsa, termasuk melahirkan budaya membaca digital,” kata legislator tersebut.

Baca juga: Pemkot Palu kembangkan perpustakaan digital tingkatkan minat baca

Evita mengakui sudah ada upaya untuk membuat konten dalam bentuk digital baik itu e-book, e-library dan lainnya, tapi belum menjadi sebuah model bisnis kecuali masih terbatas dan tidak komprehensif.

Menurut dia Balai Pustaka perlu mencoba untuk belajar bagaimana perusahaan penerbitan dunia melakukan transformasi, jangan tanggung-tanggung, termasuk dalam pengembangan minat baca.

Ia mengatakan ke depan tentunya tidak bisa lagi mengandalkan taman bacaan dalam bentuk cetak tapi mengikuti budaya baca baru, dan perpustakaan digital baru. Dalam rangka memperluas buku digital, Balai Pustaka bisa berkolaborasi dan bekerja sama dengan penerbit cetak lainnya di Indonesia.

“Siapa sekarang yang kita lihat membawa buku cetak, tapi sudah buku digital yang bisa dibaca di laptop, smartphone, komputer tablet dan lainnya. Kita mau yang mereka baca digital itu adalah buku-buku digital terbitan Balai Pustaka, entah saat di jalan, saat liburan atau di manapun,” ujar Evita.

Evita menyebut dirinya sering ke daerah-daerah dan menemukan banyak buku mengenai Bung Karno maupun bapak pendiri bangsa lainnya yang kusut,  dan tidak bisa dibaca oleh generasi muda sekarang. Padahal jika ada versi digitalnya pasti lebih mudah. Begitu juga buku-buku yang ada di toko-toko lain, masih banyak juga yang dalam bahasa Inggris, dan tidak ada Bahasa Indonesianya.

“Kita selalu bilang jangan lupa sejarah, tapi bagaimana mereka tahu kalau tidak membaca. Jadi penting agar anak-anak muda kita ini menjadi suka membaca dan mengenal tokoh bangsanya, sejarah bangsanya melalui e-book secara luas dan mudah diakses. Saya khawatir anak-anak muda kita ini tidak kenal lagi siapa itu Bung Hatta, Cut Nyak Dien, Cut Mutiah, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, Rangkayo Rasuna Said dan lainnya. Dulu waktu sekolah kita mengenal siapa itu Julius Caesar, tapi sekarang ditanya Bung Hatta saja cucu kita tidak tahu,” katanya.

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022