Pemerintah perlu memeriksa secara akurat berbagai permohonan perizinan tambang yang diajukan sebelum menerbitkan izin.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengingatkan bahwa konsep sentralisasi perizinan yang terkandung dalam regulasi terkait sektor pertambangan perlu diterapkan dengan cermat agar tidak menimbulkan persoalan seperti penolakan dari masyarakat di berbagai daerah.

"Pemerintah perlu memeriksa secara akurat berbagai permohonan perizinan tambang yang diajukan sebelum menerbitkan izin," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Pemerintah, tegas Mulyanto, jangan memudahkan berbagai permohonan perizinan yang masuk sekadar untuk mengejar jumlah investasi di sektor pertambangan namun berujung pada masalah keamanan dan ketentraman masyarakat dan lingkungannya.

Baca juga: Kementerian Investasi cabut 180 IUP mineral dan batu bara

Ia berpendapat bahwa lebih baik ketat dan akurat di hulu dalam proses perizinan daripada menuai kontroversi di hilir pada saat implementasinya.

Mulyanto menambahkan investasi hanyalah salah satu aspek dalam pembangunan sektor pertambangan namun ujung dari pembangunan sektor ini adalah kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Untuk itu, politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu juga mengatakan Menteri ESDM perlu mengawasi implementasi UU No. 3/2020 tentang Minerba dan peraturan turunannya, terkait dengan sentralisasi perizinan dari Pemerintah Daerah menjadi ke Pemerintah Pusat.

"Dalam UU No. 3/2020 khususnya Pasal 35 sebenarnya diatur bahwa Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan perizinan pertambangan minerba kepada Pemerintah Daerah khususnya terkait izin pertambangan rakyat (IPR) dan surat izin pertambangan batuan (SIPB),” ungkapnya.

Namun dalam PP turunannya, lanjutnya, pilihan yang diambil pemerintah adalah sentralisasi atas seluruh perizinan tambang minerba melalui mekanisme Perizinan Berusaha.

Mulyanto menengarai berbagai kasus penolakan tambang yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini terkait dengan sentralisasi perizinan tersebut, khususnya dari aspek Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan), terutama terkait dengan partisipasi masyarakat.

"Pemerintah harus menangani persoalan ini secara sungguh-sungguh, sehingga kasus-kasus penolakan tambang tidak terulang di tempat lain," kata Mulyanto mengakhiri.

Baca juga: Anggota DPR minta Kementerian ESDM memeriksa izin tambang di Parimo

Sebelumnya terkait sektor pertambangan, Kementerian Keuangan telah meningkatkan pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari mineral dan batu bara (minerba) melalui sinergi proses bisnis dan data antar-Kementerian/Lembaga (K/L) yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 214/PMK.02/2021.

PMK yang telah diundangkan pada 31 Desember 2021 tersebut adalah tentang Pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak Mineral dan Batubara Melalui Sinergi Proses Bisnis dan Data Antar Kementerian/Lembaga.

Berdasarkan keterangan resmi Kemenkeu di Jakarta, Senin (31/1), sinergi integrasi sistem pengawasan ini akan dilakukan bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Perhubungan.

Sinergi itu juga akan melibatkan sejumlah unit di Kementerian Keuangan yakni Lembaga National Single Window (LNSW), Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Integrasi sistem dilakukan karena minerba merupakan salah satu sektor penyumbang PNBP di bidang sumber daya alam terbesar, namun masih terdapat potensi penerimaan negara yang belum tergali dari sektor ini.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022