Saya ingin presidensi Indonesia di G20 dapat bekerja sama dengan presidensi Inggris di COP26 untuk memastikan bahwa kita semua mendorong isu-isu terkait target pengurangan emisi 2030
Jakarta (ANTARA) - Presiden Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim ke-26 (COP26) Alok Sharma mendorong peran Indonesia dalam pembahasan isu perubahan iklim, terutama mengingat kepemimpinan Indonesia dalam presidensi G20 tahun ini.

"Indonesia bisa menjadi negara yang memimpin sebuah keputusan bersejarah, yaitu G20 yang memprioritaskan agenda net-zero," kata Alok dalam diskusi Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bertajuk “In Conversation with Alok Sharma: Delivering the Climate Promises of COP26”, Kamis.

Ia mengatakan bahwa 18 dari 20 (negara G20) telah berkomitmen untuk mencapai
misi nol-bersih secara formal. Untuk itu, Indonesia memiliki peluang yang besar untuk mendorong agenda tersebut.

"Saya ingin presidensi Indonesia di G20 dapat bekerja sama dengan presidensi Inggris di COP26 untuk memastikan bahwa kita semua mendorong isu-isu terkait target pengurangan emisi 2030," ujar Alok.

Baca juga: ICEF umumkan peta jalan pada COP26

Dalam diskusi tersebut, Alok juga menjelaskan bahwa komitmen untuk mengeliminasi penggunaan batu bara, yang disetujui pada hasil KTT Perubahan Iklim ke-26 (COP26), merupakan progres bersejarah dalam aksi iklim dunia.

Ia mendorong seluruh negara untuk mengimplementasikan Pakta Iklim Glasgow (Glasgow Climate Pact) sehingga visi untuk mempertahankan suhu bumi pada 1,5°C dapat tercapai, sebagaimana yang ditargetkan dalam Perjanjian Paris.

“Moto utama saya tahun ini adalah delivery. Kita harus memastikan visi-visi ini menjadi kenyataan. Bagaimana kita lebih mendorong penggunaan energi yang dapat diperbaharui dan eliminasi penggunaan batu bara,” ujar Alok Sharma dalam percakapan mengenai hasil KTT COP26.

Ia mengapresiasi inisiasi delivery plan dari Jerman dan Kanada guna meningkatkan komitmen negara dalam memastikan pemenuhan janji dana sebesar 100 miliar dolar AS (Rp1,4 kuadriliun) untuk mitigasi dan adaptasi terhadap krisis iklim dunia.

Selain itu, diskusi tersebut juga membahas peluang dan risiko yang muncul dalam implementasi Pakta Iklim Glasgow, mekanisme alokasi sumber daya finansial untuk keperluan pendanaan iklim bagi negara-negara yang membutuhkan, serta berbagai contoh  model pembangunan  yang dapat diterapkan guna mencapai target pengurangan emisi.

Baca juga: KLHK: Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sama penting untuk RI
Baca juga: Janji Jokowi agar transisi energi bersih bukan hanya retorika

Pewarta: Katriana
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022