Mataram (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram menjatuhkan vonis delapan tahun penjara kepada terdakwa korupsi dana bantuan kredit kerabat untuk petani dari Pemerintah Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, tahun 2018-2019.

"Dengan ini menyatakan perbuatan terdakwa Suriatun Walidaini terbukti secara sah melanggar Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram I Ketut Somanasa di Mataram, Kamis.

Terdakwa dalam perbuatannya juga dijatuhkan pidana denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan. Majelis Hakim dalam putusannya turut membebankan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp1,395 miliar subsider 2 tahun penjara.

Adapun pertimbangan hakim menjatuhkan vonis tersebut karena perbuatan terdakwa yang sudah mencederai kepercayaan publik, khususnya di kalangan petani penerima bantuan. Perbuatan terdakwa juga dinilai telah menggagalkan program pemerintah hingga merugikan negara.

"Dalam persidangan, terdakwa juga memberikan keterangan berbelit-belit dan tidak kooperatif," ujar dia.

Baca juga: Terdakwa pemotongan dana PKH di Sumbawa divonis 4 tahun
Baca juga: Kejagung sita 297,2 hektare tanah milik Benny Tjokro di Sumbawa Besar
Baca juga: Kejati Sumut tangkap buronan korupsi kredit fiktif BSM Medan


Dalam perkara ini, diketahui bahwa Pemkab Sumbawa pada 2018-2019 menyalurkan dana bantuan Rp5 miliar dalam program kredit kerabat untuk membantu petani miskin.

Kredit tersebut dikelola oleh masing-masing Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Sumbawa. Terdakwa dalam jabatan sebagai ketua tim pengawas eksternal, terungkap pada perkara ini menarik pungutan dari setiap BUMDes.

Meskipun tidak ada regulasi yang menjadi dasar penarikan, namun terdakwa bersikukuh dengan alasan dana yang ditarik dari 25 BUMDes di Kabupaten Sumbawa masuk deposito perbankan.

Dalam kegiatan penarikannya, seluruh BUMDes yang hadir sebagai saksi mengaku mendapatkan ancaman. Apabila tidak menyerahkan uang untuk deposito tersebut kepada terdakwa, maka akan dilaporkan ke dinas dan diperiksa oleh inspektorat.

"Berdasarkan aturan pengelolaannya, tidak ada aturan hukum yang menyatakan dana kredit di deposito," ucapnya.

Lebih lanjut dalam fakta persidangan terungkap bahwa bunga deposito sebesar delapan persen dari jumlah setoran masuk ke kantong pribadi terdakwa.

Terungkap pula uang yang masuk ke terdakwa dari setoran 15 BUMDes penerima bantuan. Nominal yang diterima Rp1 juta dari setiap BUMDes.

Karena itu, munculnya uang pengganti kerugian negara sesuai hasil audit Inspektorat Sumbawa, terkumpul angka Rp1,395 miliar.

Usai mendengar putusan, terdakwa melalui penasihat hukum menyatakan sikap mengajukan upaya hukum lanjutan ke tingkat Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat.

Begitu juga dengan jaksa penuntut umum, menanggapi sikap terdakwa menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2022