Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar meminta momentum permintaan maaf Perdana Menteri Belanda Mark Rutte untuk mendorong pemerintah segera menuntaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu.

“Momen pengakuan dan permintaan maaf atas kejahatan sistematis yang dilakukan Pemerintah Belanda pada masa lalu semestinya menjadi hentakan keras bagi Indonesia. Pascakemerdekaan diduga terjadi berbagai pelanggaran berat hak asasi manusia,” kata Wahyudi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

ELSAM mencatat setidaknya terdapat 15 kasus dugaan pelanggaran HAM berat sepanjang 1965-2021 yang telah diselidiki Komnas HAM. Sebanyak 10 kasus di antaranya terjadi di masa lalu, yakni sebelum tahun 2000.

Baca juga: Wamenkumham: Sudah ada draf keppres terkait pelanggaran HAM masa lalu

“Sayangnya, sebagian besar hasil penyelidikan tersebut tak kunjung ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung,” ucap dia.

Oleh karena itu, ELSAM mendesak agar Presiden segera mengambil langkah-langkah efektif dan menyeluruh untuk melakukan pengungkapan kebenaran peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Wahyudi meminta pemerintah untuk segera menyiapkan langkah-langkah pemulihan yang menyeluruh, baik secara material maupun immaterial, ekonomi, fisik, maupun psikis bagi korban dan keluarganya.

Baca juga: Anggota DPR minta Kejagung tindaklanjuti kasus HAM sesuai ketentuan UU

“ELSAM mendesak agar Presiden mendorong Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti berkas-berkas penyelidikan Komnas HAM ke tingkat penyidikan dengan tetap memprioritaskan partisipasi korban dan keluarganya,” kata Wahyudi.

Sebelumnya, Perdana Menteri Kerajaan Belanda Mark Rutte telah meminta maaf atas perbuatan yang dilakukan oleh Belanda pada periode agresi militer pascakemerdekaan Indonesia, yakni antara 1945-1949.

Baca juga: Anggota DPR: Komnas HAM cari alternatif penyelesaian HAM masa lalu

Permintaan tersebut ia sampaikan setelah serangkaian penyelidikan yang dibiayai oleh Pemerintah Belanda menemukan bahwa angkatan bersenjata Belanda menggunakan kekerasan ekstrem yang bukan hanya meluas, tetapi juga disengaja.

Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima telah melakukan permohonan maaf pada 2020 atas peristiwa serupa, yakni “kekerasan berlebihan” yang dilakukan pemerintah kolonial sepanjang periode 1945-1949.

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022