Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah tidak perlu memberikan remisi kepada koruptor karena pengurangan hukuman bagi terpidana kasus korupsi akan mencederai rasa keadilan masyarakat, kata Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar.

"Koruptor seharusnya tidak perlu mendapatkan remisi, karena terpidana kasus korupsi tidak sama dengan para terpidana kejahatan kriminal umum. Oleh karena itu, kami meminta pemerintah tidak memberikan remisi kepada koruptor," katanya di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, pada kasus pidana biasa yang dirugikan hanya satu individu. tetapi kasus pidana korupsi justru memiliki dampak merugikan dalam skala yang sangat luas, sehingga diperlukan cara yang luar biasa diterapkan untuk membuat jera koruptor. Salah satunya dengan menghapus remisi bagi koruptor.

"Meskipun berdasarkan peraturan peundang-undangan pemberian remisi bagi narapidana dibenarkan, koruptor seharusnya diberi hukuman maksimal tanpa remisi. Hal itu karena para koruptor sudah mengeruk uang negara yang menimbulkan kerugian bagi jutaan rakyat sehingga tidak pantas mendapat keistimewaan," katanya.

Ia mengatakan, menghukum koruptor secara maksimal bukan hanya pembelajaran bagi terpidana itu sendiri, melainkan juga pelajaran bagi jutaan orang untuk mengurungkan niat merampok uang negara.

"Remisi memang menjadi hak narapidana, tetapi prosesnya ada di tangan pemerintah, sehingga pemberian remisi kepada koruptor harus dipersulit. Bagi para koruptor seharusnya berlaku ketentuan khusus mengenai pemberian remisi, karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa," katanya.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum (FH) UGM Hidzfil Alim mengatakan, perlu dilakukan peninjauan ulang kebijakan pemberian remisi bagi para koruptor karena hal itu bertentangan dengan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi dan mencederai rasa keadilan publik.

Pukat FH UGM juga akan menempuh upaya hukum, jika Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar tetap bersikeras memberikan remisi bagi para koruptor dengan dalih etika yakni kelakuan baik para koruptor selama berada di penjara.

"Jika Menkum dan HAM tetap nekat mengeluarkan remisi itu kami anggap melawan hukum dan akan kami gugat. Komitmen antikorupsi yang selalu diucapkan presiden dalam pidatonya tidak berarti apa-apa jika koruptor masih menikmati hak-hak istimewa seperti remisi," katanya. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011