Manado (ANTARA News) - Hambatan nontarif masih menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam kegiatan perdagangan antara negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (Association of South East Asia Nations/ASEAN) maupun antara ASEAN dengan mitra dagang dari luar kawasan.

"Setelah ada penurunan melalui CEPT (Common Effective Preferential Tariff-red), komponen tarif hanya meliputi satu persen dari ongkos produksi tapi peran biaya pengurusan dokumen dan isu lintas batas lain dalam ongkos produksi masih lebih dari 10 persen. Hambatan-hambatan non-tarif ini harus segera ditangani supaya arus perdagangan bisa lebih cepat dan murah," kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, yang merupakan Ketua Pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministerial Meeting/AEM) ke-43, pada pembukaan Trade Facilitation Forum di Manado, Sabtu.

ASEAN, menurut Mari Elka Pangestu , saat ini masih berusaha menghilangkan hambatan perdagangan yang bersifat nontarif seperti prosedur cukai yang berbelit dan standar produk yang tidak harmonis serta menjadikannya sebagai prioritas dalam pelaksanaan integrasi ekonomi ASEAN.

Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan yang hadir dalam forum fasilitasi perdagangan tersebut juga mengatakan bahwa untuk mengefektifkan pelaksanaan integrasi ekonominya ASEAN harus menghilangkan hambatan-hambatan yang bersifat nontarif dengan meningkatkan fasilitasi perdagangan.

Menurut Surin Pitsuwan, peningkatan fasilitasi perdagangan antara lain diupayakan melalui penyederhanaan prosedur cukai, promosi intervensi antarlembaga, harmonisasi standar produk, fasilitasi terkait penerapan standar "Sanitary and Phytosanitary" atau SPS, penyederhanaan Surat Keterangan Asal (SKA), serta penyeragaman nomenklatur tarif untuk mempermudah kegiatan perdagangan intra maupun ekstra ASEAN.

Perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara itu, ia menjelaskan, baru-baru ini juga membentuk komite konsultasi gabungan untuk mengidentifikasi dan mencari jalan keluar atas masalah perdagangan spesifik yang membutuhkan peningkatan fasilitasi perdagangan.

Namun demikian, lebih lanjut Mari menjelaskan, upaya-upaya peningkatan fasilitasi perdagangan tersebut tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah.

"Pemerintah hanya bisa membuat kerangka kerja untuk menciptakan fasilitasi agar pergerakan barang, jasa, maupun investasi berjalan baik. Tapi pelaku bisnis yang menghadapi dan menjalankannya di lapangan, karena itu kami membutuhkan masukan dan keterlibatan pelaku dalam mewujudkan ini," jelas Mari.

Dia berharap forum fasilitasi perdagangan yang diselenggarakan bersamaan dengan AEM ke-43 bisa memberikan masukan konkret mengenai hambatan nontarif yang dihadapi pelaku bisnis dalam melakukan kegiatan di kawasan ASEAN serta rekomendasi spesifik untuk mengatasinya.

Masukan dan rekomendasi dari pelaku usaha, menurut dia, sangat dibutuhkan untuk memperbaiki fasilitas perdagangan di kawasan yang selanjutnya akan menjadi salah satu faktor penentu kelancaran aliran barang dan jasa di kawasan.

Berkenaan dengan hal itu, Deputi Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR) Demetrios Marantis mengatakan penerapan fasilitasi perdagangan sangat dibutuhkan untuk mengefektifkan pelaksanaan liberalisasi perdagangan dan investasi di ASEAN.

"Termasuk diantaranya prosedur cukai untuk memperlancar pergerakan barang secara efektif di 10 negara anggota ASEAN. Harmonisasi standar juga akan meningkatkan daya saing kawasan," katanya.

Ia menjelaskan pula bahwa implementasi fasilitasi perdagangan akan menumbuhkan pasar yang efisien yang dalam jangka panjang akan menopang pertumbuhan ekonomi kawasan. (M035)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011