Gaza (ANTARA News/Reuters) - Hamas hari Minggu menuduh gerakan Fatah kubu Presiden Mahmud Abbas melanggar perjanjian rekonsiliasi denga membuka pendaftaran pemilih untuk pemilu lokal yang akan diadakan pada Oktober di wilayah pendudukan Tepi Barat.

Gerakan Hamas yang menguasai Jalur Gaza menyebut rencana pemungutan suara itu sebagai tidak sah.

Juru bicara Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan, pendaftaran pemilih yang dibuka di Tepi Barat pada Sabtu melanggar ketentuan perjanjian itu yang menetapkan kedua pihak menghindari langkah-langkah sepihak yang bisa membahayakan perjanjian tersebut.

Pelaksanaan perjanjian itu tertahan karena ketidaksepahaman antara Hamas dan Fatah mengenai siapa yang akan memimpin pemerintah sementara menjelang pemilihan umum presiden dan parlemen tahun depan.

Baru sepekan lalu kedua pihak dikabarkan memulai perundingan di Kairo dalam upaya melaksanakan perjanjian tersebut.

Pada Minggu (7/8), delegasi Fatah yang dipimpin Azzam al-Ahmed dan Hamas oleh Musa Abu Marzuq melakukan pembicaraan dengan dihadiri para pejabat intelijen Mesir.

Sakhr Bssisso, seorang pejabat Fatah, mengatakan, perundingan itu dipusatkan pada "mekanisme pelaksanaan perjanjian rekonsiliasi" dalam segala aspek, termasuk pembentukan pemerintah baru Palestina -- salah satu rintangan utama dalam pelaksanaan perjanjian tersebut.

Juru bicara Hamas Sami Abu Zahri mengatakan kepada kantor berita AFP, kelompoknya "sungguh-sungguh ingin melaksanakan perjanjian itu secepat mungkin".

Namun, ia menambahkan, ada beberapa halangan, terutama sikap keras Fatah untuk tetap memasang Salam Fayyad sebagai kepala pemerintah.

Pada awal Mei Fatah dan Hamas menandatangani sebuah perjanjian persatuan di Kairo dan bertemu dua kali sejak itu untuk membahas pembentukan pemerintah sementara, yang akan menyelenggarakan pemilihan umum pada Mei 2012.

Namun, pertemuan lanjutan antara Abbas dan pemimpin Hamas Khaled Meshaal ditangguhkan.

Pembicaraan kedua pihak dikabarkan macet karena ketidaksepakatan mengenai siapa yang akan menjadi perdana menteri. Abbas dan pemerintah Fatah yang dipimpinnya menginginkan Fayyad tetap menjadi PM, meski Hamas sangat menentangnya.

Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.

Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina sempat terpecah menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas. Kini kedua kubu tersebut telah melakukan rekonsiliasi.

Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.

Israel menggempur habis-habisan Jalur Gaza selama 22 hari pada akhir 2008 dengan dalih untuk menghentikan penembakan roket yang hampir setiap hari ke wilayah negara Yahudi tersebut.

Israel membalas penembakan roket pejuang Palestina ke negara Yahudi tersebut dengan melancarkan gempuran udara besar-besaran dan serangan darat ke Gaza dalam perang tidak sebanding yang mendapat kecaman dan kutukan dari berbagai penjuru dunia.

Operasi "Cast Lead" Israel itu, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang Palestina yang mencakup ratusan warga sipil dan menghancurkan sejumlah besar daerah di jalur pesisir tersebut, diklaim bertujuan mengakhiri penembakan roket dari Gaza. Tiga-belas warga Israel, sepuluh dari mereka prajurit, tewas selama perang itu.(*)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011