Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum dari Universitas Airlangga Dr M Hadi Subhan mengatakan revisi UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mengintegrasikan tiga UU menjadi satu kesatuan sudah sesuai konstitusi.

“Upaya Kemendikbudristek mengintegrasikan tiga undang-undang menjadi UU Sisdiknas sudah tepat. Sebab, mengacu pada Pasal 31 Ayat 3 UUD 1945, konstitusi mengamanatkan kepada pemerintah agar menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional," ujar Hadi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Artinya, harus ada undang-undang sistem pendidikan nasional. Ketiga undang-undang yang ada sekarang ini semuanya mengatur tentang sistem pendidikan sehingga kalau dijadikan satu memang sesuai amanat konstitusi.

Selain aspek konstitusi, integrasi ketiga undang-undang tersebut juga akan menciptakan harmonisasi dan sinkronisasi dalam sistem pendidikan.

Baca juga: FSGI dorong pendidikan situasi darurat dibahas dalam revisi Sisdiknas

Baca juga: FSGI sebut revisi UU Sisdiknas berbahaya bagi organisasi guru


Hadi mencontohkan, adanya perbedaan ketentuan mengenai usia pensiun guru besar pada UU Guru dan Dosen dengan UU Pendidikan Tinggi. Dalam UU Guru dan Dosen, batas usia pensiun di umur 65 tahun, sementara UU Pendidikan Tinggi menentukan usia 70 tahun.

“Secara kasat mata ini tidak ada sinkronisasi. Kemudian UU Pendidikan Tinggi tidak diamanatkan pada UU Dasar 1945 dan UU Sisdiknas. Itu kurang klop sehingga kalau dijadikan satu sangat bagus,” ungkap Hadi.

Keberadaan UU Sisdiknas juga sangat mendesak untuk merespons perkembangan saat ini. Hadi berpendapat ketiga undang-undang yang berlaku saat ini sudah tidak relevan dengan dunia pendidikan modern. UU Sisdiknas diterbitkan pada 2003, kemudian disusul UU Pendidikan Tinggi serta UU Guru dan Dosen.

“Perkembangan terjadi sangat dinamis, apalagi terkait teknologi setelah pandemi. Tentu ada banyak hal yang harus disesuaikan dalam sistem pendidikan,” ujarnya.

Pakar Pendidikan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Profesor Anita Lie, menilai RUU Sisdiknas dibutuhkan karena perubahan serta variabel di lingkungan dan sistem pendidikan sudah berubah cepat.

“Perlu ada UU Sisdiknas yang bisa menjadi payung hukum terhadap berbagai inovasi sektor pendidikan yang perlu dilakukan untuk merespons dan mengantisipasi perubahan,” kata Anita.

Terkait partisipasi publik, pemerintah pada tahap awal telah melibatkan berbagai pihak dalam proses pembahasan rancangan naskah akademik sebagai syarat agar RUU Sisdiknas masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Pada tahap awal, RUU Sisdiknas telah beberapa kali menjalankan uji publik baik yang digagas Kemendikbudristek maupun Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan melibatkan pakar, organisasi masyarakat, dan serta organisasi profesi.

“Indonesia adalah negara yang sangat beragam dengan berbagai kepentingan yang kompleks sehingga tidak bisa memuaskan semua pemangku kepentingan. Dibutuhkan sikap kenegarawanan untuk bisa berpikir dalam bingkai kebangsaan dan kesejahteraan bersama,” kata Anita lagi.*

Baca juga: Penyelenggara pendidikan minta pembahasan RUU Sisdiknas ditunda

Baca juga: P2G minta uji publik RUU Sisdiknas tidak dilakukan tergesa-gesa


Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022