Jakarta (ANTARA News) - Lanjutan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan sidang bersama DPR dan DPD RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI Jakarta, Selasa.

Saudara-saudara,

Dalam sepuluh tahun era reformasi, kita berhasil melewati arus sejarah yang tidak mudah. Kita mampu menjawab tantangan zaman dan tuntutan rakyat untuk melakukan perubahan-perubahan yang fundamental. Saat ini, kita telah tampil sebagai salah satu negara demokrasi yang paling stabil dan mapan di Asia. Negara kita juga tercatat sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Di Asia Tenggara, saat ini negara kita tercatat sebagai negara dengan skala ekonomi terbesar. Kini, banyak pihak menyebut Indonesia sebagai emerging economy; bukan ekonomi dunia ketiga yang selama lebih dari 60 tahun selalu diasosiasikan dengan negara kita.

Saat ini, negara kita juga memiliki peluang yang sangat baik untuk menjadi salah satu negara dengan skala ekonomi sepuluh terbesar di dunia, dalam dua sampai tiga dasawarsa mendatang. Semua prestasi yang kita capai dalam tahun-tahun terakhir ini menegaskan satu kepercayaan, bahwa jalan menuju masa depan yang lebih baik itu berada di depan kita, untuk kita jalani bersama.

Dengan kepercayaan diri yang penuh namun tetap rendah hati, saya bisa pastikan bahwa kita bukan negara yang berada di bibir jurang kegagalan dan kebangkrutan. Persepsi diri tentang negara gagal sesungguhnya telah sirna, setelah kita berhasil sepenuhnya keluar dari krisis multi-dimensional yang berlangsung selama 1998-1999. Pada masa itulah Negara kita berada dalam keadaan yang sangat kritis. Pertumbuhan ekonomi kita saat itu negatif karena mengalami kontraksi; hampir semua lembaga keuangan dan perbankan kita kehilangan kepercayaan dari pelaku pasar, dalam dan luar negeri; kita juga menghadapi konflik komunal berbasis etnik dan agama di sejumlah daerah; dan sama seriusnya dengan semua itu, kita juga menghadapi ancaman disintegrasi teritorial. Itulah saat di mana fenomena negara gagal dan bangkrut berada di depan mata kita.

Sejak kita berhasil melakukan pemilu demokratis pertama di tahun 1999 secara damai, sesungguhnya secara berangsur-angsur kita telah berhasil menyingkirkan halangan paling serius untuk melakukan transisi demokrasi. Dalam masa transisi awal itu, lembaga-lembaga baru di tingkat negara dilahirkan untuk memperkuat prinsip umum yang dijunjung dan dimuliakan dalam demokrasi, seperti checks and balances, partisipasi dan kontrol publik, pers yang bebas, dan penghormatan atas hak asasi manusia.

Negeri ini dengan cepat juga telah mendorong terjadinya desentralisasi dan otonomi daerah yang nyata dan luas. Dan sejak awal Kabinet Indonesia Bersatu, saya secara terus menerus dan konsisten mendorong tegaknya supremasi hukum rule of law. Secara berangsur-angsur pula, gambaran tentang Negara gagal itu menjauh dari pandangan kita. Sebaliknya, jauh dari anggapan yang pesimistis itu, Indonesia justru sedang berada dalam sebuah transformasi di semua bidang secara berkelanjutan.

Keadaan yang membesarkan hati itu hanya dapat kita raih, apabila kita terus bersatu dan mampu menyingkirkan semua rintangan yang menghadang kita. Di samping semua prestasi dan capaian itu, sesungguhnya pemerintah juga menyadari bahwa masih banyak masalah dan tantangan yang harus kita selesaikan dan hadapi. Semua masalah dan tantangan itu juga tidak ringan.

Namun, apabila kita bekerja keras dan bekerja sama dengan solidaritas dan spirit kebangsaan yang kuat di antara para pemimpin dan rakyatnya, maka niscaya semua itu dapat kita hadapi dan lalui dengan sukses dan selamat. Kritik kepada pemerintah memang sesuatu yang perlu dan penting. Walaupun demikian, Pemerintah memerlukan umpan balik yang bersifat korektif dan kontributif.

Di atas semua itu, janganlah kita menjadi bangsa yang mudah berputus asa. Sebaliknya, marilah kita mensyukuri semua yang kita miliki, karena hanya dengan rasa syukur itulah kita dapat senantiasa optimistis untuk menjadi bangsa yang maju dan unggul.

Hadirin sekalian yang saya hormati.

Dalam kesempatan yang baik ini, saya perlu menegaskan di sini bahwa pemerintah memiliki komitmen penuh untuk menegakkan prinsip negara hukum melalui rule of law, supremasi hukum, dan kesetaraan di depan hukum. Prinsip rule of law menegaskan bahwa penyelenggaraan kekuasaan negara berdasar atas hukum semata, dan tidak atas kekuasaan.

Prinsip supremasi hukum menegaskan bahwa hukum berdiri di atas semua lembaga dan warga negara, dan hanya kepada hukum sajalah semua pihak tunduk kepadanya. Dan, akhirnya, kesetaraan di depan hukum menegaskan bahwa semua warga negara, tanpa kecuali, memiliki kewajiban yang sama di depan hukum. Semua ini berarti bahwa menegakkan hukum dan keadilan adalah mandat konstitusional yang menjadi prioritas pemerintah.

Salah satu agenda besar kita dalam reformasi dan pembangunan bangsa adalah makin tegaknya hukum dan keadilan. Keadilan untuk semua. Kita tentu tidak ingin hukum hanya keras dan berlaku bagi yang lemah. Namun, dengan jujur harus kita akui tegaknya hukum dan keadilan ini masih menjadi tantangan besar.

Tahun ini ada sejumlah kasus hukum yang menjadi perhatian masyarakat luas. Di antaranya adalah dilakukannya hukuman mati terhadap seorang Warga Negara Indonesia di Arab Saudi. Hukum mati itu telah menggores perasaan kita semua. Mengingat besarnya WNI yang bekerja di luar negeri, dalam berbagai jenis pekerjaan, memang tidak sedikit di antara mereka yang terlibat dalam permasalahan hukum di negara-negara tempat mereka tinggal dan bekerja. Terhadap dakwaan tindak pidana yang berat, seperti pembunuhan dan narkoba, saudara-saudara kita diancam bahkan sebagian telah divonis hukuman mati.

Tentu kita terus berjuang dari sisi kemanusiaan dan keadilan, untuk berikhtiar memohonkan pengampunan atau peringanan hukuman bagi mereka. Di samping saya pribadi, dan jajaran pemerintah terus aktif memintakan pengampunan dan peringanan hukuman itu, baik secara tertulis atau pun lisan, pemerintah telah membentuk sebuah Satuan Tugas, yang secara khusus melaksanakan misi diplomasi dan upaya hukum yang amat penting ini. Alhamdulillah, meskipun misi ini sangatlah tidak mudah, karena masing-masing negara memiliki sistem hukumnya sendiri, upaya kita mulai menunjukkan hasil. Sejumlah warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati telah mendapatkan pengampunan dan peringanan hukuman.

Mengambil pengalaman dan pelajaran ini, ke depan, pengawasan terhadap penyiapan dan pemberangkatan TKI kita oleh Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) akan lebih diperketat, untuk memastikan saudara-saudara kita yang akan bekerja di luar negeri itu benar-benar memahami hukum, aturan dan adat-istiadat yang berlaku di negara tempat mereka tinggal dan bekerja.

Masih berkaitan dengan persoalan tenaga kerja kita di luar negeri, pemerintah juga terus menjalankan diplomasi dan negosiasi dengan pemerintah negara-negara sahabat, agar melalui MoU yang tepat, Tenaga Kerja Indonesia sungguh mendapatkan perlindungan yang baik serta dijamin hak dan keadilannya. Kebijakan untuk penghentian sementara pengiriman TKI ke Arab Saudi yang kita jalankan dewasa ini, misalnya, adalah dalam rangka peningkatan perlindungan dan penjaminan hak TKI di luar negeri.

Sesungguhnya, saudara-saudara, sejalan dengan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia yang kita jalankan di seluruh tanah air 15 tahun ke depan ini, kita berharap akan lebih tersedia lagi lapangan pekerjaan di dalam negeri, sehingga tidak perlu lagi saudara-saudara kita bekerja di sektor informal atau sektor Rumah Tangga di luar negeri. Ini sangat penting, karena berkaitan dengan kehormatan dan harga diri kita sebagai bangsa.

Masih dalam lingkup perlindungan WNI di luar negeri, dengan terjadinya krisis politik dan keamanan di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara, serta bencana alam di Jepang, sejak awal tahun pemerintah telah menyelamatkan dan mengevakuasi tidak kurang dari 3624 saudara kita. Hal ini merupakan bentuk tanggungjawab pemerintah kepada warga negaranya.
(P008)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011