Jakarta (ANTARA News) - Dari sejumlah fatwa yang dihasilkan Ijtima' Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Padang Panjang, fatwa haram bagi umat Islam untuk menjadi Golput (tidak menggunakan hak suaranya dalam Pemilu) adalah yang paling lekat dengan kepentingan politik, demikian dikatakan Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi, di Jakarta.

"Fatwa-fatwa MUI bukan hukum positif yang mengikat publik, termasuk umat Islam, karena fatwa hanya bersifat himbauan atau pendapat kolektif ulama yang tergabung dalam MUI. Apalagi Republik Indonesia bukan Mullah.� kata Hendardi dalam siaran pers Setara Institute, Selasa.

�Terlepas fatwa itu baik atau tidak, institusi MUI tidak memiliki kewenangan untuk mengatur kehidupan publik,� katanya.

Menurut Hendardi, MUI sebagai institusi yang dianggap merupakan �representasi� umat Islam, fatwa-fatwanya jelas meresahkan bagi yang tidak sependapat, dan akan menjadi preseden bagi publik dalam berkehidupan politik.

�Saya khawatir fatwa-fatwa ini akan digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk melegitimasi tindakan-tindakan di luar prosedur hukum, sebagaimana fatwa-fatwa penyesatan terhadap kelompok agama/ keyakinan yang berbeda.�

Hendardi mengingatkan agar institusi negara juga tidak terus menerus mengistimewakan MUI, dengan memberikan sejumlah kewenangan sebagaimana dalam sejumlah UU. Penyerahan otoritas negara kepada MUI, melalui sejumlah regulasi telah menegaskan peranan MUI dalam sejumlah urusan muamalat (ekonomi Islam) seperti dalam UU No. 21/ 2008 tentang Perbankan Syariah dan UU No. 40/ 2007 tentang Perseroan Terbatas yang masing-masing menyebutkan secara eksplisit peran MUI.

Peran-peran formal ini akan berpotensi melahirkan �fatwa-fatwa� yang mengikat. Dari fatwa-fatwa ini potensi pergeseran peran-peran ke bidang lain akan sangat mungkin terjadi. Tanpa pemeranan yang formal pun, MUI telah mampu memikat negara untuk menyerahkan sebagian otoritasnya kepada organisasi ini.

Sebaiknya, kata Hendardi, MUI membatasi perannya secara proporsional. Peran-peran yang selama ini dijalankan oleh MUI telah melampaui batas kewajaran peran sebuah organisasi masyarakat.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009