Jakarta (ANTARA News)- Pengamat ekonomi, Anthony Soewandy mengatakan, pemerintah optimis dalam menetapkan asumsi makro ekonomi 2012 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,7 persen naik tipis dibanding 2011.

Keyakinan pemerintah itu, kata Direktur Retail Banking PT ANZ Panin Bank di Jakarta, Jumat, karena ditopang oleh faktor fundamental ekonomi yang makin bagus.

Anthony Soewandy mengatakan, target ekonomi 2012 seharusnya bisa lebih tinggi asalkan pemerintah mengoptimalkan belanja modalnya.

Selain itu juga didukung oleh sektor konsumsi, ekspor yang makin membaik dan investasi asing yang diperkirakan akan lebih besar lagi, ucapnya.

Indonesia, menurut dia sebenarnya lebih beruntung dibanding China yang berusaha menahan ekonomi tumbuhnya lebih besar dan India mengenai tingginya laju inflasi

Karena itu pelaku asing lebih cenderung bermain di pasar domestik, menempatkan dananya di pasar uang dan pasar saham, obligasi pemerintah, serta instrumen Bank Indonesia (BI) bahkan mulai melirik ke sektor riil.

Padahal peluang pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar tujuh persen sangat besar sekali, tuturnya.

Menurut dia, pemerintah harus dapat mengalihkan dana asing itu dari jangka pendek ke jangka panjang agar sekktor riil dapat tumbuh lebih baik lagi.

Sebab ekonomi global masih suram, dimana i Bank sentral AS (The Fed) masih menetapkan suku bunga rendah sebesar 0,25 persen dalam upaya menjaga biaya dana pemerintah untuk dapat memperoleh pinjaman dari bank AS.

Namun penetapan suku bunga rendah oleh the Fed itu sebenarnya menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi AS masih jauh dari harapan, kata Anthony Soewandi.

Mengenai rupiah yang diasumsikan mencapai Rp8.800 tidak tepat, karena rupiah akan tetap berkisar di level antara Rp8.500 hingga Rp8.550 per dolar.

Karena Bank Indonesia (BI) akan tetap melakukan intervensi apabila rupiah bergerak naik sangat cepat sebagai terjadi dalam beberapa hari lalu, ucapnya.

Ia mengatakan, upaya BI karena otoritas moneter itu mempunyai kepentingan terhadap pertumbuha ekpor Indonesia.

Apabia rupiah terlalu kuat maka BI akan melakukan intervensi agar kenaikan mata uang itu dapat ditahannya, ucapnya.

Namun, lanjut dia penetapan harga minyak mentah sebesar 90 dolar AS per barel terlalu rendah karena semestinya ditetapkan 100 dolar AS per barel.

Hal ini berkaitan dengan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Mentah (OPEC) yangi tidak berkenan harga minyak mentah dibawah 100 dolar AS per barel.

Iran misalnya menginginkan harga minyak mentah itu berada di atas 100 dolar AS, kata Anthony Soewandi.
(h-CS)





Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011