Jakarta (ANTARA News) - Menteri Negara (Meneg) BUMN Sugiharto mengatakan, rencana pemerintah menurunkan jumlah BUMN dari sekitar 150 menjadi 50, paling cepat bisa dilakukan pada 2009. "Perkiraaan saya paling cepat 2009, tetapi kan bisa bertahap. Seperti tahun 2005 lalu kita sudah mulai prosesnya terhadap 20 - 27 BUMN," kata Sugiharto usai acara penandatanganan kerjasama PT Danareksa dengan LKBN Antara di Jakarta, Jumat. Menurut dia, kebijakan penurunan jumlah BUMN ini merupakan langkah revolusioner yang sarat dengan resistensi dari berbagai pihak, sehingga harus dilakukan secara bertahap dan hati-hati. "Bayangkan itu dari 150 menjadi 50 BUMN, itu revolusi besar. Itu sarat resistensinya baik dari karyawan, masyarakat, regulator, dan Pemda. Semua variabel yang bisa jadi faktor risiko harus dilitigasi serendah mungkin, saya tidak mau terburu-buru," katanya. Dijelaskannya, jumlah BUMN yang banyak di sektor-sektor yang sama sangat tidak efisien dan menimbulkan kesulitan dalam pengelolaan. "Ini menimbulkan kesulitan dalam pengelolaan serta manfaat ekonomi secara makronya tidak signifikan. Jadi itu yang harus dikurangi supaya tidak ada potensi moral abuse yang banyak," katanya. Sugiharto mencontohkan, sejumlah sektor yang dianggap tidak efisien seperti BUMN di bidang percetakan dan konstruktor. "Jadi pantaskah kita mempertahankan BUMN percetakan, konsultan konstruksi yang sesungguhnya lebih efisien dilakukan swasta. Ini lumrah di banyak negara juga dilakukan penyesuaian jumlah. Sehingga memerlukan sinergi beberapa BUMN baik itu manajemen dan korporatnya," katanya. Pada 2005, Kementrian BUMN sudah mengkaji penggabungan beberapa BUMN seperti di bidang pertambangan, perikanan, dan pupuk. "Studi kelayakan BUMN bidang pertambangan sudah dilakukan, begitu pula di bidang pupuk. Begitu pula BUMN perikanan sekarang sedang proses disatukan," katanya. Dijelaskannya, untuk mencegah adanya resistensi penggabungan BUMN, Kementerian BUMN akan memberikan strategic direction penggabungan ini dan menyerahkan prosesnya kepada BUMN terkait. "Ini menghendaki kelapangan dada manajemen, karyawan BUMN bersangkutan. Kalau tidak BUMN banyak yang berserakan, terpecah dan tidak bersinergi," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006