Indonesia lebih resilien menghadapi goncangan jangka pendek dari ketegangan geopolitik ini
Jakarta (ANTARA) - PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai pasar finansial di Indonesia akan lebih terinsulasi dampak ketegangan antara Rusia dan Ukraina setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menginstruksikan operasi militer di Ukraina bagian timur.

Menurut Chief Economist & Investment Strategist MAMI Katarina Setiawan, kawasan Asia, termasuk Indonesia, memiliki tingkat inflasi yang jauh lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat, sehingga inflasi masih akan tetap berada dalam kisaran yang terkendali di tengah dampak kenaikan harga energi dan berbagai komoditas.

"Perekonomian dan pasar finansial Indonesia akan relatif lebih terinsulasi dari dampak konflik Rusia dan Ukraina. Inflasi Indonesia yang masih relatif rendah pada kisaran 2,18 persen dan diperkirakan akan tetap terjaga di bawah 4 persen yang merupakan rentang atas acuan Bank Indonesia," ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Selain itu, lanjut Katarina, sebagai negara produsen dan eksportir energi, komoditas, dan logam terkemuka di dunia, Indonesia juga diuntungkan dari kenaikan harga produk-produk tersebut.

"Fundamental perekonomian Indonesia yang kuat, antara lain ditunjukkan dengan surplus neraca transaksi berjalan, peningkatan cadangan devisa, nilai tukar rupiah yang stabil, dan perbaikan pertumbuhan ekonomi, membuat Indonesia lebih resilien menghadapi goncangan jangka pendek dari ketegangan geopolitik ini," kata Katarina.

Kembali melihat sejarah, bank sentral biasanya menahan diri dari menaikkan suku bunga secara berlebihan selama periode perang, dan lebih memilih untuk mengendalikan inflasi dengan gabungan cara-cara lain. The Fed dinilai akan tetap data-dependent dalam mengambil keputusan.

Di tengah kondisi pasar yang fluktuatif, investor pun disarankan untuk melakukan diversifikasi portofolio pada produk-produk reksa dana yang dikelola secara aktif.

"Situasi masih sangat cair dan risiko geopolitik dapat mendominasi sentimen pasar dalam jangka pendek. Portofolio yang terdiversifikasi dan dikelola secara aktif dapat menjadi pilihan untuk melindungi investasi dari inflasi serta volatilitas yang tinggi yang dipicu ketegangan geopolitik dalam jangka pendek," ujar Katarina.

Sebelum menginstruksikan operasi militer, tiga hari sebelumnya, Putin mengakui dua wilayah separatis, Donetsk dan Luhansk, sebagai negara merdeka. Tindakan tersebut telah direspon dengan sanksi baru dari negara-negara barat terhadap bank-bank dan elit Rusia.

Pasar langsung menunjukkan reaksi negatif. Indeks pasar keuangan di berbagai negara menunjukkan penurunan. Harga minyak dan emas mengalami kenaikan. Menurut Katarina, hal itu terjadi karena Rusia merupakan salah satu pengekspor energi, produk pertanian, dan logam terbesar di dunia.

Peningkatan ketegangan diprediksi akan memicu kenaikan harga energi dan berbagai komoditas serta nilai tukar dolar AS, yang tentunya akan berdampak pada peningkatan inflasi.

"Efek domino dari peningkatan inflasi di tengah tingginya angka inflasi global akhir-akhir yaitu memicu terjadinya kenaikan imbal hasil US Treasury, yang akan berdampak terhadap pasar finansial dunia," kata Katarina.

Lebih lanjut, Katarina menjelaskan, bahwa berdasarkan pengalaman sebelumnya, dampak perang terhadap perekonomian akan berbeda-beda. Beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dampak perang terhadap pasar, yaitu negara yang terlibat dalam peperangan, skala dan periode perang, serta kondisi perekonomian negara-negara yang terlibat dan kawasan konflik.

Sebagai contoh, perang dunia kedua (PD II) memiliki dampak yang jauh lebih besar dibandingkan perang di Siria pada 2017. Sebab, PD II melibatkan banyak negara dan berlangsung dalam periode yang panjang.

"Dibandingkan perang dunia kedua, ketegangan antara Rusia dengan Ukraina lebih terbatas dari segi wilayah, sehingga dampaknya diprediksi akan relatif terbatas. Biasanya, dampak terhadap pasar finansial akan lebih singkat dibandingkan dampak terhadap perekonomian. Ketika Korea Utara melakukan invasi ke Korea Selatan selama tiga tahun, sejak 25 Juni 1950 hingga 27 Juli 1953, dalam 23 hari pasar finansial global turun sampai ke titik terendah, namun kemudian kembali pulih dalam 82 hari," ujar Katarina.

Baca juga: BI: Bauran kebijakan sudah antisipasi risiko ketegangan Rusia-Ukraina
Baca juga: Presiden Jokowi minta penghentian perang
Baca juga: Ekonom: Dampak perang Rusia-Ukraina ke pasar modal domestik sementara

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022