Jakarta (ANTARA) - Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mendorong produsen untuk kembali menggunakan sistem reuse dan refill pada produknya guna mengurangi sampah di Indonesia.

Co-coordinator AZWI Rahyang Nusantara dalam konferensi pers daring bertema "Zero Waste by AZWI" yang diikuti di Jakarta, Kamis mengatakan advokasi mendasar yang mereka lakukan untuk mencapai nol sampah atau zero waste adalah menggunakan kembali sistem menggunakan kembali atau reuse dan isi ulang atau refill.

"Dulu ada model itu, tapi hilang karena ada plastik," katanya.

Dalam beberapa tahun terakhir, ia mengatakan mulai muncul kembali produsen-produsen yang menggunakan sistem menggunakan kembali dan isi ulang, contohnya refill station cosmetic atau bulk store.

"Kenapa ini tidak diperbesar, sehingga harga juga menjadi semakin terjangkau," ujar Rahyang, yang juga Koordinator Nasional Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik itu.

Menurut dia, anggota AZWI sudah ada yang mencoba berdiskusi dengan produsen besar lokal dan menemukan tantangan pola pikir yang masih menggunakan kantong atau kemasan sekali pakai.

"Memang butuh proses dan itu terus kami dorong untuk meningkatkan awareness agar fokus tidak ke daur ulang, tapi ke reuse dan refill," kata Rahyang.

AZWI, menurut dia, juga tidak merekomendasikan penggunaan kemasan mudah terurai, karena ternyata masih menyisakan mikro-plastik. "Malah lebih cepat menghasilkan karena cepat terurai," katanya.

Sementara peneliti ICEL Bella Nathania berpendapat bahwa kewajiban produsen untuk mengurangi sampah menjadi sesuatu yang mandatori, jika mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.75/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Hal itu, menurut dia, karena di Pasal 21 peraturan tersebut menyebutkan bahwa menteri, gubernur dan bupati atau wali kota, sesuai dengan kewenangannya, menerapkan sanksi kepada produsen yang tidak melakukan pengurangan sampah, sebagaimana dimaksud dalam peraturan menteri itu.

Secara peraturan, terutama instrumen penegakan hukum, ia mengatakan sudah jauh komprehensif. Lalu untuk implementasinya, sesuai data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), baru sekitar 30 perusahaan yang menyerahkan peta jalan pengurangan sampahnya.

"Tapi kalau ditinjau lebih jauh, kalau dibandingkan, ya baru itu saja. Dan item-item di peta jalannya belum lengkap. Misal produsen X baru mencantumkan satu produk saja, padahal mereka punya 10 produk yang diproduksi," kata Bella.

Jadi, menurut dia, masih banyak pekerjaan rumah bagi produsen untuk menangani sampah, termasuk memublikasikan peta jalan pengurangan sampah mereka.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022