Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mempertanyakan itikad Australia dalam mengelola masalah 43 warga Papua yang mencari suaka ke Negeri Kangguru itu karena Jakarta melihat ada keganjilan proses yang dijalankan oleh Canberra. Juru Bicara Deplu-RI, Yuri Thamrin, dalam jumpa pers mingguan di Jakarta, Jumat, mengungkapkan status sebagai pendatang ilegal yang dikenakan terhadap 43 Papua itu ternyata tidak sesuai dengan pemberlakuan peraturan mengenai permintaan visa Australia. "Kita merasa aneh. Pokok persoalan adalah bahwa mereka (warga Papua, red) merupakan illegal imigrant, tapi pertimbangan visa mereka diberikan, dan kemudian dipertimbangkan status suakanya," kata Yuri. Karena itu, Yuri kembali menyampaikan permintaan Indonesia agar Pemerintah Australia mempertimbangkan pemberian status dengan berpijak kepada Konvensi PBB tahun 1951 tentang Pengungsi. Konvensi itu mengatur bahwa mereka yang boleh diberi status suaka politik adalah mereka yang di negara asalnya memiliki alasan berada dalam ketakutan akan mengalami proses hukum karena pandangan politik, ras atau agama. "Saya sudah berkoordinasi dengan Kapolda Papua, bahwa 43 warga Papua itu tidak masuk dalam wanted-list (daftar pencarian orang, red)," ujar Yuri. Pemerintah Indonesia juga meminta Australia untuk, memberikan kepada pihak berwenang RI akses kekonsuleran secara penuh --sesuai Konvensi Wina tahun 1963-- terhadap para 43 warga Papua, kendati sebagian besar dari mereka menyatakan kepada otoritas Australia bahwa mereka tidak ingin menggunakan akses tersebut. "Hak kita sebagai negara untuk mendapatkan akses konsuler harus terjamin, karena akses konsuler itu tidak terkait dengan permintaan individua. Akses konsuler adalah hak negara, tidak terkait dengan bersedia atau tidak bersedianya individu yang terkait," tegasnya. Saat ini, kata Yuri, 40 dari 43 warga Papua pencari suaka itu masih berada pusat penahanan imigrasi di Christmas Island dengan status sebagai tahanan, namun mereka diijinkan untuk tinggal sementara di dalam masyarakat di Christmas Island. Sementara tiga lainnya saat ini berada di Perth, Australia, menjalani pemeriksaan kesehatan. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006