perlu penguatan untuk data analytics-nya supaya keputusannya lebih tajam dan lebih akurat
Jakarta (ANTARA) - Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dr Yodi Mahendradhata menyampaikan pentingnya penguatan dan peningkatan kemampuan analisis data di Indonesia untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat dalam memperkuat penanganan dan pengendalian pandemi COVID-19.

"Kita membutuhkan kapasitas lebih advanced (canggih) lagi untuk data analytics (analisis data) karena ini data yang dibutuhkan masih luar biasa besar, misalnya data mobilitas," kata Yodi dalam diskusi virtual Penanganan COVID-19 dan Transformasi Kesehatan diikuti di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Pakar: Surveilans genom makin canggih tingkatkan pengendalian pandemi

Yodi menuturkan di awal pandemi COVID-19 melanda Indonesia, sangat sulit membuat kebijakan karena data belum terlalu terintegrasi dan terstruktur, padahal data sangat dibutuhkan untuk pengambilan keputusan.

Menurut dia, kondisi itu menjadi suatu pembelajaran penting bahwa data-data ke depan harus makin terintegrasi, komprehensif, terkumpul dan terukur sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan bagi pemerintah untuk intervensi yang tepat dalam penanganan COVID-19.

Baca juga: Pakar: Pengendalian COVID-19 di masyarakat cegah varian baru

Kapasitas pengumpulan dan integrasi data serta analisis data dibangun agar ke depan data menjadi jauh lebih bagus dan kemampuan analisis data menjadi lebih baik, sebagai modal untuk pengambilan keputusan atau kebijakan agar keputusan menjadi lebih tajam.

"Kita perlu perbaikan data tadi, tapi juga perlu penguatan untuk data analytics-nya supaya keputusannya lebih tajam dan lebih akurat," ujar Yodi.

Baca juga: Kemenkes sebut kasus COVID-19 di 10 provinsi tunjukkan tren penurunan

Di samping itu, Yodi mengatakan hoaks, disinformasi, misinformasi, pseudosains, dan teori konspirasi masih menjadi hambatan ke depan dalam pengendalian pandemi karena itu menyebabkan sulitnya implementasi upaya-upaya pengendalian pandemi termasuk di kasus pandemi COVID-19.

"Karena upaya-upaya kita berhadapan dengan pemahaman-pemahaman yang berbasis pada disinformasi, misinformasi, pseudosains, yang itu memang mungkin masyarakat susah untuk memilah-milah mana yang sebenarnya benar," ujarnya.

Baca juga: Kemenkes: Pasien COVID-19 mengisi 38 persen kapasitas rumah sakit

 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022