Tredisi `ngejot` bagi komunitas muslim menunjukkan adanya kekerabatan yang begitu akrab dengan umat lainnya yang beragama Hindu maupun agama lainnya,"
Denpasar (ANTARA News) - Menu makanan yang dihidangkan itu berderet diatur sedemikian rupa, satu porsi untuk empat-lima orang memenuhi ruangan masjid dan halaman sekitarnya yang cukup luas.

Tradisi "megibung", yakni berbuka puasa bersama umat muslim di Kampung Islam Kepaon, Denpasar Selatan hingga sekarang masih mewarisi tradisi leluhurnya dalam melaksanakan bulan suci Ramadhan.

Tradisi "Megibung" yakni makan bersama atau makan dalam satu wadah telah diwarisi secara turun temurun hingga sekarang masih tetap lestari, sebagai upaya mempererat tali persaudaraan, tutur H Ishak Ibrahim, Takmir masjid Al Muhajirin, Kampung Islam Kepaon, Denpasar.

Kegiatan tersebut melibatkan seluruh warga kampung Kepaon yang sebagian besar beragama Islam, sekaligus sebagai upacara selamatan warga dan jamaah masjid Al Muhajirin Kepaon Denpasar yang telah lancar melakukan pembacaan 30 juz Al Quran atau khataman.

Tradisi megibung sudah diwarisi sejak umat muslim masuk ke daerah Kepaon, Denpasar Selatan sekitar tahun 1362 Masehi.

Umat muslim sudah berbaur dengan umat muslin dari berbagai daerah di Indonesia, baik orang muslim asal Melayu, Bugis, Palembang maupun dari Bali sendiri.

Dalam kegiatan yang berlangsung khidmat dan meriah itu diawali para jemaah berbuka puasa dengan takjil yang telah disiapkan, kemudian sebelum melakukan shalat magrib secara berjamaah, kaum pria langsung menikmati makanan yang sudah disediakan secara bersama-sama.

Jenis makanan yang disajikan pun beragam, mulai dari nasi tumpeng yang dihidangkan dengan berbagai lauk pauk seperti ayam goreng, sayur, telur dan buah-buahan dan berbagai jenis minuman.

Sidik Abas (11) misalnya, salah seorang anak yang bermukim di lingkungan Kampung Kepaon mengaku sudah sebanyak sepuluh kali mengikuti tradisi "megibung" di masjid itu.

Meskipun hanya dengan lauk seadanya jika dimakan secara bersama-sama akan tetap terasa nikmat dan menyenangkan. Warga Kampung Kepaon tercatat sekitar 600 kepala keluarga selama ini hidup rukun dan damai meskipun berada di sekeliling umat beragama Hindu yang berbeda budaya.

Kerukunan hidup sesama warga kampung maupun antarumat beragama

lainnya selama ini sangat mesra dan harmonis, hidup berdampingan satu sama lainnya, tanpa pernah terjadi masalah.

Umat Islam yang tinggal dalam satu pemukiman yang telah menetap secara turun temurun di Pulau Dewata dengan bernuansa budaya Bali selain di Kampung Kepaon Denpasar juga Desa Pegayam, Kabupaten Buleleng, Saren Jawa, Budekeling Kabupaten Karangasem dan Desa Banyubiru Kabupaten Jembrana.

Bahkan kegiatan "Megibung" yang pernah dilaksanakan Pemkab Karangasem, Bali timur tercatat pada lembaran Museum Rekor Indonesia (MURI) karena melibatkan lebih dari 20.000 orang.

"Megibung", memang merupakan salah satu potensi unik yang sarat dengan nilai-nilai luhur untuk tetap dilestarikan sebagai warisan budaya bagi anak cucu di masa mendatang.

Tradisi Ngejot
Umat muslim di kampung Kepaon dan di Bali pada umumnya hingga sekarang masih mewarisi tradisi "ngejot" yakni memberi menu makanan dan minuman kepada warga dan kerabat dekat menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Tradisi "Ngejot" hingga kini masih lestari, khususnya komunitas yang bermukim di daerah pedesaan, sekaligus cermin kerukunan antarumat beragama, tutur Drs Haji Mulyono, seorang tokoh Islam di Bali.

Ketua Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Provinsi Bali itu menilai, tradisi "ngejot" bagi umat muslin di perkotaan lambat laun hilang, meskipun sebagian kecil masih memegang teguh tradisi tersebut.

Meskipun demikian kerukunan antarumat beragama di Bali tetap mesra dan harmonis, hidup berdampingan satu sama lainnya. Kondisi seperti itu telah diwarisi turun temurun sejak 500 tahun silam, berkat adanya saling mengertian dan menghormati satu sama lainnya.

"Tredisi `ngejot` bagi komunitas muslim menunjukkan adanya kekerabatan yang begitu akrab dengan umat lainnya yang beragama Hindu maupun agama lainnya," tutur Haji Mulyono, mantan asisten I Sekprov Bali.

Umat muslim "ngejot" menjelang Hari Raya Idul Fitri dan umat Hindu biasanya membalas pemberian itu menjelang Hari Raya Nyepi atau Hari Raya Galungan dan Kuningan.

Komonitas muslim yang bergelut dalam bidang pertanian juga menerapkan sistem pengairan subak, pola pengaturan air seperti yang dilakukan petani beragama Hindu, meskipun cara mensyukuri saat panen berbeda, sesuai kepercayaan dan agama yang dianut.

Umat Islam yang mengolah lahan pertanian di Subak Yeh Sumbul, Medewi, Pekutatan, dan Subak Yeh Santang, Kabupaten Jembrana, daerah ujung barat Pulau Bali, menerapkan sistem pengairan secara teratur seperti umumnya dilakukan petani Pulau Dewata.

Adanya unsur kesamaan antara Islam dan Hindu, termasuk terpeliharanya tradisi "megibung" dan "ngejot" dapat dijadikan tonggak lebih menciptakan kemesraan dan tali persaudaraan antara Hindu dan Islam, termasuk umat lain di Pulau Dewata, harap H Mulyono.
(I006)

Pewarta: I Ketut Sutika
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011