Surabaya (ANTARA News) - Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan rokok bagi orang-orang dengan kriteria tertentu semakin membebani masalah ketenagakerjaan di Surabaya.

"Sekarang ini tenaga kerja sedang menghadapi krisis ekonomi, tapi masih dibebani lagi dengan fatwa MUI soal rokok," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya, Achmad Syafi`i, Selasa.

Menurut dia, fatwa tersebut secara tidak langsung memengaruhi tenaga kerja di sektor industri rokok. "Setidaknya penjualan rokok akan berkurang dan hal ini berpengaruh pada tenaga kerja," katanya.

Ia menyebutkan, saat ini ada sekitar 27 ribu tenaga kerja yang bekerja di beberapa perusahaan rokok di Surabaya. "Itu baru tenaga kerja di pabrik rokok, belum tenaga penjualan dan masyarakat kecil yang menggantungkan hidupnya dari rokok," katanya.

"Apalagi saat ini tenaga kerja di Surabaya sedang menghadapi masalah UMK (Upah Minium Kota) 2009 yang naik 17 persen dibandingkan tahun lalu. Banyak perusahaan yang menolak melaksanakan SK Gubernur mengenai UMK itu karena dampak krisis ekonomi," kata Syafi`i menambahkan.

Oleh sebab itu, dia menyayangkan langkah MUI yang mengeluarkan fatwa mengenai rokok tanpa memperhatikan dampak sosial di masyarakat.

Sebelumnya dalam Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III di Padang Panjang, Sumatera Barat, MUI mengeluarkan fatwa, rokok haram bagi ibu hamil, remaja, di tempat umum, dan ulama.

Fatwa MUI itu ditentang sejumlah kalangan, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Menurut Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi, bahaya rokok itu relatif, tidak signifikan, seperti minuman keras, sehingga rokok tidak perlu difatwakan haram.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009