Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan Lembaga Pengkajian Sosial Politik dan Ketahanan Nasional (LPSPKN) Bambang Sulistomo mengatakan surat jawaban Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap surat terdakwa kasus korupsi Wisma Atlet M Nazaruddin di luar perhitungan banyak orang karena sebelumnya banyak yang berpikir Presiden tidak mau menjawab sendiri.

"Tetapi jawaban Presiden SBY secara langsung pada surat Nazaruddin, ternyata banyak membuat beberapa kalangan menjadi salah perhitungan," kata Bambang Sulistomo di Jakarta, Selasa.

"Karena mereka sudah berfikir bahwa surat nazaruddin itu akan sukar untuk dijawab dan diperhitungkan bahwa tidak mungkin Presiden mau menjawabnya sendiri," katanya.

Bambang yang juga anak kandung Bung Tomo, pejuang 10 November 1945 di Surabaya, mengatakan Presiden tentu mempunyai pertimbangan sendiri untuk apa surat tersebut dijawab, karena surat Nazaruddin itu merupakan sebuah pedang dengan sisi tudingan dan sindiran pada Presiden yang amat tajam.

Namun, katanya, ternyata surat jawaban Presiden sama sekali tidak emosional, tidak terpancing pada "polemik kecurigaan" yang mungkin akan dibentuk.

Bambang mengatakan surat nazaruddin kepada Presiden ibarat merupakan pedang yang bermata atau bersisi tajam yang banyak. Untuk Presiden juga mengahadapi pilihan yang sangat sulit. Presiden tentu sudah mempertimbangkan apakah surat tersebut harus ditanggapi, atau dibiarkan berlalu dengan sekedar penjelasan dari para stafnya.

Namun, Bambang menilai, melihat perkembangan opini masyarakat, ternyata surat tersebut dianggap mempunyai dampak. Dijawab atau tidak dijawab dapat tentu saja dapat menimbulkan reaksi positif maupun negatif.

"Pertimbangan untung rugi dalam menjawab surat Nazaruddin merupakan perhitungan yang wajar," katanya.

Pada kesempatan itu Bambang juga mengatakan bahwa saat ini masyarakat berharap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar kasus tersebut.

Ia mengatakan kalau KPK menunjukkan jati dirinya kembali dan membongkar kasus korupsi Nazaruddin maka hal itu menjadi sesuatu "yang akan tertulis" dalam sejarah.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011