Bahkan, kini muncul wacana untuk pemberian dosis keempat atau booster kedua oleh Pemerintah.
Jakarta (ANTARA) - Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo absen memberikan pidato kunci dalam Konferensi Internasional Penerapan Prinsip-Prinsip HAM Memperkuat Profesional dan Akuntabilitas Polri yang digelar secara hybrid pada hari Kamis (10/2).

Pada kesempatan itu, Kapolri memerintahkan Wakapolri Komjen Pol. Gatot Eddy Pramono untuk menggantikannya menyampaikan pidato kunci yang dihadiri Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, Duta Besa Uni Eropa untuk Indonesia H.E. Vincent Piket, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto, KPAI, anggota Ombudsmas, Wakil Ketua LPSK, Komnas Perempuan, Dirjen HAM, dan lainnya.

Menurut Gatot, ketidakhadiran Kapolri karena sedang mengawal percepatan vaksinasi COVID-19 di beberapa daerah di Tanah Air, yang pada pekan itu berlangsung di Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sementara itu, dari Bangka Belitung Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo meminta seluruh jajarannya untuk memperkuat upaya penanganan kasus COVID-19 mencegah lonjakan kasus varian Omicron yang mulai menyebar di Indonesia sejak Januari 2022.

Ada beberapa strategi yang harus diperkuat oleh jajaran Polri berkerja sama dengan forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda), yakni percepatan vaksinasi COVID-19 dan mendisiplinkan protokol kesehatan, serta mengoptimalkan tracing, testing, dan treatment (3T).

Kapolri menekankan percepatan vaksinasi COVID-19 untuk kelompok usia lanjut (lansia), individu yang memiliki komorbid dan yang belum menerima vaksinasi primer (dosisi pertama dan kedua). Karena berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, dari 1.090 pasien yang meninggal dunia, 48 persen memiliki komorbid, 49 persen lansia, dan 68 persen belum divaksinasi lengkap.

Selain itu, dari 97 pasien bergejala berat/kritis di rumah sakit vertikal, 38 persen memiliki komorbid, 37 persen lansia, dan 60 persen belum divaksinasi lengkap.

"Hampir 84 persen angka fatalitas atau kematian adalah angka di lansia dan yang memiliki komorbid,” kata jenderal bintang empat itu.

Baca juga: 9,8 juta warga Indonesia sudah mendapat vaksinasi penguat

Baca juga: Kapolda ingin percepat vaksinasi terkait Jabar tertinggi kasus COVID

 

Petugas kesehatan Polri melayani masyarakat di arena pendulangan emas Mimika, Papua, dalam rangka percepatan vaksinasi COVID-19. ANTARA/HO-Pusdokkes Polri

Percepatan Vaksinasi

Polri bersama TNI tahun ini kembali mendapat amanat dari pemerintah untuk membantu percepatan vaksinasi COVID-19 guna terbentuknya herd immunity atau kekebalan komunal masyarakat. Pada tahun 2021, Kementerian Kesehatan menilai peran TNI/Polri cukup signifikan meningkatkan cakupan vaksinasi nasional.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melayangkan surat permohonan dukungan percepatan vaksinasi COVID-19 kepada Kapolri dan Panglima TNI pada tanggal 11 Februari 2022.

Peran TNI/Polri kembali diandalkan untuk mendukung percepatan vaksinasi booster dan menjangkau sasaran yang belum mendapat vaksin primer (dosis pertama dan kedua).

Data dari Kementerian Kesehatan per 27 Februari 2022, Pemerintah masih mengejar target vaksinasi primer dengan sasaran 208 juta jiwa penduduk. Cukupan vaksinasi saat ini untuk dosis pertama 91,55 persen (190 juta dosis), dosis kedua 69,04 persen (143 juta dosis), dan dosis ketiga 4,71 persen atau 9,8 juta dosis.

Kenapa cakupan vaksinasi COVID-19 primer belum 100 persen? Sementara itu, sudah saatnya masyarakat yang memperoleh vaksinasi primer segera mendapatkan vaksin dosis ketiga guna memperkuat imun tubuh, menghadapi virus SARS-CoV-2 yang terus bermutasi. Bahkan, kini muncul wacana untuk pemberian dosis keempat atau booster kedua oleh Pemerintah.

Sespusdokkes Polri Kombes Pol. Farid Amansyah selaku penanggung jawab percepatan vaksinasi Polri menyebutkan ada beberapa kendala di lapangan, seperti kriteria penerima vaksin, ada penundaan dari masyarakat karena terpapar COVID-19, setelah sembuh, muncul Omicron dan terpapar lagi, sehingga tertunda lagi. Kejadian ini terus berulang sehingga belum bisa divaksin, kecuali setelah sebulan sembuh dari COVID-19. Namun, beberapa masyarakat tersebut sudah tidak terdata lagi keberadaannya.

Kendala lainnya, orang yang dengan komorbit berat tidak bisa disuntik. Dari 208 juta sasaran tidak semua yang memenuhi syarat protokol vaksinasi. Yang lebih klasik adalah masyarakat tersebut tidak terjangkau karena berada di wilayah pegunungan atau pulau terpencil.

Farid mengatakan bahwa masyarakat yang berada di wilayah terisolasi, seperti pegunungan dan pulau terpencil, jika tidak didatangi orang dari luar, secara geografis menurut epidemiologi dia kelompok yang aman dari paparan. Namun, saat ini tidak ada orang yang tidak berinteraksi dengan lingkungan luarnya. Oleh karena itu, tetap didatangi untuk divaksin supaya aman.

Selain itu, ada sasaran yang mengalami drop out atau yang interval waktu antara dosis pertama dan keduanya lebih dari 6 bulan karena berbagai alasan, misalnya terpapar COVID-19, dan pindah alamat rumah. Angka drop out ini ada sekitar 2,5 persen jumlahnya.

"Jadi, perlu dipahami bahwa 208 juta jiwa itu bahwa an sich itu memang harus. Akan tetapi, tentu ada pembatasan-pembatasan. Itu di antara lain kendala-kendala kenapa belum mencapai 100 persen cakupannya," kata Farid, saat dikonfirmasi medio Februari.

Baca juga: Polisi memberikan minyak goreng warga Bandarlampung usai divaksinasi

Baca juga: Pramuka gelar vaksinasi massal untuk anggota dan keluarga


Sespusdokkes Polri Kombes Po.l Farid Amansyah bersama Kakorbimmas Baharkam Polri Irijen Pol Suwondo Nainggolan dan Karo binops Sops Polri Brigjen Pol. Roma Hutajulu mengecek pelaksanaan percepatan vaksinasi COVID-19 di Papua. ANTARA/HO-Pusdokkes Polri
Strategi Percepatan Vaksinasi

Polri mengerahkan kekuatan penuh mengerahkan sumber dayanya, mulai dari polsek, polres, polda, hingga Mabes Polri, dalam mendukung percepatan vaksinasi COVID-19 dosis ketiga dan vaksinasi primer.

Total ada 12.000 vaksinator Polri, melibatkan 2.500 sukarelawan, kemudian sebanyak 540 polres turun membuat gerai vaksin, termasuk di Rumah Sakit Polri serta polsek-polsek.

Beberapa strategi yang dilakukan Polri, pertama adalah berupaya mendapatkan alokasi vaksin dari Kemenkes, kemudian memobilisasi massa untuk divaksinasi dengan mengerahkan personel kepolisian yang ada di garda depan yakni bhabinkamtibmas.

Untuk kelompok lansia, vaksinasi dari pintu ke pintu, lalu mendatangi sekolah-sekolah untuk vaksinasi anak, dan menjangkau wilayah terpelosok untuk memberikan vaksin kepada masyarakat di wilayah pegunungan dan pulau terpencil.

Percepatan vaksinasi ini dipantau langsung oleh pimpinan Polri. Setiap Selasa dan Jumat dilakukan analisis dan evaluasi yang dipimpin oleh Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo maupun Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono.

Bahkan, kata Sespusdokkes Polri Kombes Pol. Farid Amansyah, vaksinasi masuk dalam rencana aksi program Polri Presisi Kapolri, yakni aksi nomor 104 penanganan pandemi COVID-19 dan aksi nomor 105 pelaksanaan vaksinasi.

Strategi lainnya, kata Farid, adalah mengoptimalkan komunikasi tentang pentingnya vaksinasi COVID-19 untuk mewujudkan herd immunity, menambah imunitas mengurangi fatalitas bila terpapar COVID-19, serta menangkal hoaks yang diserukan oleh gerakan antivaksin.

Penguatan tim kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) dalam setiap pelaksanaan vaksinasi, karena vaksin yang digunakan saat ini ada jenis AstraZenica yang sebagai masyarakat mengetahui memiliki efek samping berupa demam dan sakit kepala.

Menurut Farid, efek samping itu menandakan vaksin sedang bekerja membentuk imun tubuh sehingga masyarakat tidak usah panik. Polri telah memperkuat tim KIPI, lalu membekali masyarakat dengan edukasi terkait dengan vaksinasi.

Setelah vaksin, protokol kesehatan menjadi paling utama untuk mencegah penularan COVID-19, penguatan 3T, kemudian menerapkan pola hidup sehat dengan makan seimbang, rutin berolahraga, dan cukup istirahat.

"Empat strategi, protokol kesehatan 5M, perkuat 3T, dan vaksinasi, hidup sehat jangan menambah komorbid, jangan tambah hipertensinya," kata Farid.

Sementara itu, pakar virologi Universitas Udhayana Bali I Gusti Ngurah Kade Mahardika mengingatkan Pemerintah untuk fokus mengejar target vaksinasi primer. Dilihat dari risiko gelombang Omicron adalah mereka yang belum divaksin, kelompok lansia, dan punya komorbid.

Tiga kelompok tersebut harus menjadi target pemerintah untuk disegerakan vaksiansinya. Vaksinasi mampu mencegah risiko masuk rumah sakit dan meninggal dunia. Akan tetapi, tidak bisa mencegah transmisi komunitas.

Target vaksinasi direvisi jangan terpaku 70 persen herd immunity. Makin banyak makin baik, makin cepat makin baik. Risiko yang meninggal dalam gelombang Omicron, lansia, komorbid, dan 70 persen belum divaksinasi sama sekali. "Ini harus jadi fokus," kata Ngurah.

Untuk TNI/Polri yang mendukung percepatan vaksinasi, Ngurah memberikan pesan bahwa lansia dan komorbid mungkin sulit dicapai karena protokol vaksin didahului pemeriksaan vital, misalnya frekuensi napas dan tekanan darah. Kemungkinan banyak yang tak lolos. Untuk itu, aturan ini yang mesti dimodifikasi.

Baca juga: RSUP M Djamil tangani warga melepuh diduga karena vaksinasi

Baca juga: Kapolri minta percepatan vaksinasi di daerah wisata


Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022