"Beli saja tanah 1.000 hektar untuk pembangunan perumahan," kata Wapres Jusuf Kalla.
Banda Aceh (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengeluarkan perintah untuk pembelian lahan 1.000 hektar di Aceh Besar guna membangun perumahan bagi para korban tsunami. "Beli saja tanah 1.000 hektar untuk pembangunan perumahan," kata Wapres Jusuf Kalla di desa Kahju, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Minggu. Perintah tersebut diungkapkan Wapres ketika berdialog dengan pejabat Gubernur NAD Mustafa Abubakar, Ketua Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD dan Nias, Kuntoro Mangkusoebroto, Bupati Aceh Besar Zaini Aziz dan Walikota Banda Aceh Mawardi Nurdin. Dalam dialog tersebut ada usulan rencana pembangunan rumah susun bagi para korban tsunami, namun Wapres menyatakan tidak setuju. "Kenapa harus rumah susun. Rumah susun itu kalau di kota karena tidak ada lahan dan harga tanahnya mahal," kata Wapres. Lambatnya pembangunan perumahan bagi korban tsunami antara lain karena sulitnya mendapatkan lahan. Masyarakat sebagai pemilik tanah memberikan harga yang tinggi. Lebih lanjut Wapres menjelaskan bahwa biaya konstruksi bagi pembangunan rumah susun tersebut lebih mahal jika dibandingkan dengan harga tanah. "Rumah susun juga nanti harus mengubah budaya. Bagaimana kalau nanti anaknya tambah. Rusun kan terbatas lahannya?" kata Wapres. Dalam kesempatan tersebut Wapres langsung melakukan hitungan dengan corat-coret di notesnya. "Pak Bupati harga tanah di sini berapa?" kata Wapres. Bupati Aceh Besar Zaini Aziz menyebutkan harga per meternya Rp10 ribu. Serta merta Wapres mengalikan harga Rp10 ribu kali 1.000 ha tanah. Dengan harga tanah sebesar itu maka dibutuhkan dana Rp100 miliar. "Nah ini lebih murahkan? Kecil itu," kata Wapres sambil menengok Ketua BRR Kuntoro Mangkoesubroto. Akhirnya Wapres memutuskan pembelian lahan 1.000 hektare tersebut sebagai program yang segera dilaksanakan. Pada kesempatan itu Wapres juga menyarankan untuk menggunakan Perpres No 36 dalam hal kesulitan untuk membebaskan tanah.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006