Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan barang bukti dan empat tersangka penyuap Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE) ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.

Empat tersangka, yaitu Direktur PT MAM Energindo (ME) Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT Kota Bintang Rayatri (KBR) Suryadi (SY), dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).

"Berkas perkara para tersangka pemberi suap dalam perkara dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi telah dinyatakan lengkap. Selanjutnya hari ini, tim penyidik telah menyerahkan para tersangka AA dan kawan-kawan kepada tim jaksa KPK beserta barang buktinya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: KPK gelar Kick Off Anti-Corruption Working Group (ACWG) G20

Ali mengatakan tim jaksa melakukan penahanan lanjutan terhadap empat tersangka itu selama 20 hari sampai 23 Maret 2022.

"Dipastikan dalam waktu 14 hari kerja, surat dakwaan dan berkas perkara segera dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi untuk disidangkan," ucap Ali.

Pada Kamis (6/1), KPK menetapkan total sembilan tersangka, yakni lima penerima suap dan empat pemberi suap terkait kasus dugaan korupsi tersebut.

Para penerima suap adalah Rahmat Effendi (RE), Sekretaris DPMPTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL). Kelimanya saat ini masih dalam proses penyidikan di KPK.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.

Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.

Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi. Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Lalu sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.

Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin.

Baca juga: KPK limpahkan berkas perkara Dodi Reza Alex dan kawan-kawan
Baca juga: KPK dan IPB tingkatkan kerja sama pemberantasan korupsi
Baca juga: Firli: Peta Jalan KPK wujudkan Indonesia berkekuatan ekonomi terbesar

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022