Harga-harga komoditas sekarang cenderung lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama
Hong Kong/Singapura (ANTARA) - Saham-saham Asia Tenggara menjadi tempat berlindung bagi investor internasional yang melarikan diri dari memburuknya prospek ekuitas global yang mengharapkan kekuatan berkelanjutan di ekonomi-ekonomi kawasan yang padat komoditas.

Lonjakan harga-harga komoditas menjadi kabar baik, terutama bagi produsen utama Indonesia dan Malaysia, ditambah dengan hubungan ekonomi yang minim antara Asia Tenggara dengan negara-negara yang bertikai, Rusia dan Ukraina.

Gangguan pasokan yang disebabkan oleh konflik dan sanksi Barat berikutnya telah membuat harga-harga komoditas melonjak, dengan minyak mentah Brent, batu bara, minyak sawit, dan nikel mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun.

"Harga-harga komoditas sekarang cenderung lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama," kata Jerry Goh, manajer investasi ekuitas Asia di fund house abrdn.

“Kami memperkirakan Malaysia dan Indonesia akan terus menikmati surplus perdagangan, yang akan meningkatkan pendapatan pemerintah dan mendorong belanja konsumen.”

Arus asing ke saham-saham di Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara, naik menjadi 1,2 miliar dolar AS pada Februari, menurut data Reuters, terbesar sejak April 2019, mengikuti arus keluar bersih untuk sebagian besar 2019 dan 2020 dan hanya arus masuk kecil pada 2021.

Aliran Februari ke saham Thailand adalah yang tertinggi setidaknya sejak 2008 dan Filipina juga melihat aliran masuk. Sebaliknya, India dan Taiwan, kesayangan investor pada tahun 2021, keduanya mengalami arus keluar pada Februari.

Indonesia adalah pengekspor minyak kelapa sawit, batu bara termal, dan produsen utama nikel, tembaga, dan timah olahan terbesar di dunia, sedangkan Malaysia adalah produsen dan pengekspor kelapa sawit terbesar kedua di dunia.

"Ketika aktivitas ekonomi dilanjutkan di kedua pasar ini, ini juga akan mendukung pemulihan pendapatan domestik," tambah Goh.

Kualitas defensif dalam pengelompokan negara-negara ASEAN dapat meningkat dalam beberapa bulan mendatang, karena konflik Rusia-Ukraina meningkat, kata Kenneth Tang, manajer portofolio senior untuk ekuitas Asia di Nikko Asset Management.

Indeks MSCI dari saham dunia telah jatuh 11 persen tahun ini, tetapi Indonesia yang sejauh tahun ini meningkat hampir 5,0 persen, adalah pasar Asia dengan kinerja terbaik setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IDX) mencapai rekor minggu lalu.

Saham produsen batu bara Adaro Energy dan Bayan Resources melonjak ke rekor tertinggi. Saham di negara tetangga Malaysia (KLSE) mencapai level tertinggi 10 bulan minggu lalu, setelah lonjakan Februari sebesar 6,3 persen.

Dengan demikian Indonesia dan Malaysia menawarkan "lindung nilai stagflasi yang sempurna" sebagai satu-satunya dua eksportir komoditas bersih di Asia selain Jepang, kata ekonom Morgan Stanley.

Abrdn mengatakan bahwa pihaknya menyukai sektor-sektor yang terpapar pasar komoditas, tetapi juga menyoroti bahwa Asia Tenggara yang berbiaya rendah ditempatkan dengan baik untuk menarik lebih banyak investasi asing langsung dalam membangun rantai pasokan di berbagai bidang seperti kendaraan listrik dan penyimpanan energi.

Kinerja yang kuat di pasar Indonesia dapat menjadi pertanda baik untuk pencatatan ekuitas, karena perusahaan teknologi terbesarnya, GoTo, akan meluncurkan IPO domestik yang dapat mengumpulkan setidaknya 1 miliar dolar AS di semester pertama, kata sumber.

Tahun lalu, pengumpulan dana Indonesia melalui IPO naik ke level tertinggi dalam satu dekade, didorong oleh minat investor pada perusahaan teknologi.

Arus modal asing yang masuk ke saham-saham Asia Tenggara merupakan perubahan yang tajam dari tahun-tahun sebelumnya, ketika pandemi COVID-19 berdampak buruk terhadap kehidupan dan pertumbuhan ekonomi di banyak negara di kawasan.

Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara, membukukan surplus anggaran sebesar 2 miliar dolar AS pada Januari karena pendapatan pajak melonjak.

Itu telah mendorong pergeseran persepsi bahwa Malaysia dan Indonesia rentan selama periode pengetatan kebijakan Fed, seperti sekarang, berkat kehadiran asing yang besar di pasar obligasi mereka.

Kepemilikan asing menyumbang 28 persen saham Indonesia pada Januari, turun dari 37 persen pada Maret 2013, menurut Nomura. Non-penduduk sekarang hanya memegang seperempat dari utang pemerintah Malaysia. Mereka memegang kurang dari seperlima utang pemerintah Indonesia, turun dari 39 persen pada akhir 2019.

"Ada pepatah, 'Anda menjual apa yang Anda miliki', dan apa yang dimiliki investor asing saat ini di Asia adalah India, Taiwan, dan sedikit Korea," kata Chetan Seth, ahli strategi ekuitas Asia-Pasifik di Nomura.

"Mereka tidak memiliki banyak Asia Tenggara, jadi berapa banyak yang bisa mereka jual?"


Baca juga: IHSG Jumat dibuka menguat 52,91 poin
Baca juga: Rupiah dan ringgit menguat, ditopang harga energi-sawit dan reli saham
Baca juga: Pasar saham Malaysia ditutup naik, indeks KLCI menguat 0,54 persen

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022