Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, mengatakan bahwa pemerintah akan mengurangi impor minyak dan gas dengan memaksimalkan pembangunan industri hilir pengilangan minyak bumi dan petrokimia agar dapat meningkatkan produksi dalam negeri.

"Jelas impor BBM kita kan tinggi sekali. Oleh sebab itu, strategi kita mendorong pembangunan petrochemical sangat mendesak. Itu karena kita tidak ingin impor migas semakin besar, semakin mengangga," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Selasa.

Untuk itu, Hatta mengemukakan, industri pengilangan minyak bumi dan atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam, menjadi salah satu sektor yang mendapatkan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (tax holiday).

"Itulah kenapa petrochemical dan oil refinery menjadi salah satu yang diberikan tax holiday. Kita tidak ingin impor migas semakin besar, termasuk adiktif yang mengandung pelumas cukup besar yang berbasis kepada migas atau berbasis fosil oil," ujarnya.

Untuk menjaga laju ekspor dan tidak lagi bergantung sepenuhnya terhadap impor, Hatta mengatakan, akan segera dilakukan pembenahan tata niaga dalam negeri, perluasan pangsa pasar domestik, penataan kinerja industri dalam negeri, serta menjaga daya beli masyarakat dengan menjaga inflasi.

"Itu kunci, meningkatkan perdagangan dalam negeri itu kunci, mengurangi beban. Jangan sampai perdagangan antarpulau ada pungutan. Itu yang mengakibatkan tidak efisien dan jadi beban," ujar Hatta.

Dalam menanggapi surplus neraca perdagangan yang menipis akibat melemahnya ekspor dan peningkatan impor pada Juli 2011, Hatta menjelaskan, hal tersebut termasuk siklus biasa, karena keseluruhan kinerja ekspor masih cukup kuat.

Namun, menurut dia, melemahnya ekonomi yang terjadi di China harus diwaspadai karena negara tersebut merupakan salah satu tujuan ekspor Indonesia, selain memperhatikan kondisi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

"Yang harus dicermati, bagaimana kalau terjadi pelemahan di China karena ekspor kita ke sana cukup besar. Tapi, tidak mengkhawatirkan melihat struktur ekspor kita tidak bisa tersubstitusikan oleh China juga. Jadi, kita masih cukup optimis, walaupun harus diperhatikan kondisi di Eropa dan AS," ujarnya.

Hatta mengharapkan, nilai ekspor Indonesia pada 2011 bisa mencapai target senilai 200 miliar dolar AS dan melebihi angka pada 2010.

"Kita tetap optimis melampaui 2010. Kita berharap bisa mencapai angka 200 miliar dolar AS, kalau tidak salah 170 miliar dolar AS akan terlampaui," ujarnya.

Badan Pusat Statisitik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2011 hanya mencapai angka 1,37 miliar dolar AS, menurun dari sebelumnya pada Juni sebesar 3 miliar dolar AS.

Kepala BPS, Rusman Heriawan, menjelaskan bahwa nilai ekspor pada Juli mencapai 17,43 miliar dolar AS atau mengalami penurunan 5,23 persen dibandingkan Juni, namun mengalami peningkatan 39,55 persen dibandingkan Juli 2010.

"Ekspor migas pada Juli tercatat mencapai 3,8 miliar dolar AS dan ekspor non migas 13,62 miliar dolar AS," ujar Rusman.

Total ekspor Indonesia pada Januari hingga Juli 2011 mencapai 116,04 miliar dolar AS atau naik 36,51 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Negara pasar ekspor terbesar Indonesia dipegang oleh China 10,92 miliar dolar AS, Jepang 10,44 miliar dolar AS, Amerika Serikat 9,26 miliar dolar AS, ASEAN 19,35 miliar dolar AS, dan Uni Eropa 12,33 miliar dolar AS.

Rusman mengemukakan, impor pada Juli 2011 tercatat mencapai 16,06 miliar dolar AS atau naik 27,22 persen dibanding periode yang sama tahun lalu serta naik 6,57 persen dibandingkan Juni.

"Nilai impor non-migas pada Juli mencapai 12,26 miliar dolar AS dan impor migas 3,8 miliar dolar AS," tuturnya.

Total impor Indonesia pada Januari hingga Juli 2011 mencapai 99,64 miliar dolar AS atau naik 31,87 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
(T.S034/C004)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011