Washington (ANTARA News/AFP) - Amerika Serikat seharusnya mengambil keuntungan dari kematian Osama bin Laden dengan menarik tentaranya dari Afghanistan, kata mantan duta besar Saudi untuk Washington pada Rabu.

Sementara pembunuhan pemimpin Al Qaida itu bukan akhir terorisme, itu seharusnya diberi nilai lebih oleh orang Amerika Serikat, kata Pangeran Turki Faisal, yang berbicara kepada tim pemikir di ibu kota negara adidaya tersebut.

Pasukan khusus Angkatan Laut Amerika Serikat melacak tempat persembunyian bin Laden di kota garnisun Pakistan, Abbottabad, dan membunuhnya dalam serangan berani pada awal Mei.

Kematian bin Laden dapat menjadi kesempatan sempurna bagi presiden Amerika Serikat untuk menyatakan jadwal menarik pasukannya, kata pangeran mantan kepala sandi Saudi itu.

"Itu dapat menjadi saat tepat untuk menyatakan kemenangan dan mundur dari Afghanistan dan tidak terus dengan perang tanpa akhir tersebut," katanya di Pusat Kajian Strategis dan Internasional.

"Saya lihat Amerika Serikat tak pelak menarik diri dari Afghanistan. Saya melihat Amerika Serikat melakukannya pada sekitar 2014," tambah John Negroponte, mantan diplomat Amerika Serikat dan direktur pertama sandi negara di bawah Presiden George W Bush.

Negroponte dan Faisal membahas perubahan ancaman terorisme beberapa hari menjelang peringatan 10 tahun serangan 11 September 2001 terhadap Amerika Serikat.

Negroponte menyatakan kekuatan teknologi informasi dimasukkan ke dalam tangan masyarakat sandi Amerika Serikat dalam hal menyasar teroris selama dasawarsa belakangan.

"Kami semakin mengerti bagian lain dunia," katanya.

Faisal menyoroti kebutuhan akan pusat penanggulangan terorisme antarbangsa.

Pentagon pada awal Agustus berusaha menghilangkan kekuatirannya akan kebangkitan Taliban setelah pejuang Afghanistan itu menembak jatuh helikopter pada akhir pekan sebelumnya, yang menewaskan 30 tentara Amerika Serikat, sebagian dari mereka tentara khusus Angkatan Laut SEAL.

Itu kejadian paling mematikan bagi pasukan Amerika Serikat di Afghanistan sejak perang tersebut dimulai hampir sedasawarsa lalu dan mengikuti serangkaian pembunuhan kelas tinggi serta serangan gerilyawan dalam beberapa bulan belakangan.

Pejabat tentara Amerika Serikat berulang kali mengecilkan kejadian itu saat Taliban berusaha menunjukkan kekuatan sesudah serangkaian kekalahan, yang mengakibatkan kubu mereka diambil alih pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Lebih dari 45 negara mengerahkan tentara sebagai bagian dari lebih kurang 130.000 serdadu Pasukan Bantuan Keamanan Asing (ISAF) pimpinan NATO tersebut.

Lebih dari 390 tentara asing tewas di Afghanistan pada tahun ini, kata hitungan AFP berdasarkan atas angka laman mandiri icasualties.org.

Sementara itu, 711 tentara asing tewas untuk seluruh tahun lalu. Taliban sering menyasar pasukan asing dengan peledak rakitan kasar (IED), yang sering menyerang pasukan ronda jalan kaki atau di kendaraan lapis baja.

Sejak April hingga Juni tahun ini, 3.485 IED meledak atau ditemukan di Afghanistan, kata Badan Gabungan Penjinak IED Pentagon (JIEDDO), peningkatan 14 persen jika dibandingkan dengan masa sama tahun lalu.

Sejumlah 2.686 tentara asing tewas di Afghanistan sejak serbuan pada 2001, dengan Amerika Serikat menderita korban terbanyak dengan 1.746 orang, diikuti Inggris dengan 379, Kanada (157), Prancis (75), Jerman (52), Denmark (42), Italia (39), Spanyol (33), Polandia (29), Belanda (25), Australia (25), dan sisanya dari negara lain.
(B002/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011