Jakarta, (ANTARA News) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengalokasikan dana sekitar Rp1 miliar setiap tahunnya untuk proses domestikasi atau budidaya tumbuhan dan satwa. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati Profesor Riset Endang Sukara seusai acara pengumuman spesies baru hasil ekspedisi tim LIPI di Membramo Papua, di Jakarta, Selasa (7/2). "Dana tersebut memang tidak besar mengingat begitu luasnya cakupan wilayah kerja karena Indonesia sangat-sangat kaya akan keanekaragaman hayati," kata Endang. Keanekaragaman hayati yang sangat beragam, lanjut dia, akan sangat sayang jika tidak dapat dimanfaatkan lebih jauh untuk kepentingan kehidupan tanpa harus merusaknya. "Proses domestikasi tumbuhan menjadi tanaman budidaya atau satwa liar menjadi hewan ternak memang tidak mudah, diperlukan banyak pengetahuan yang mendalam dan melibatkan banyak ahli," kata Endang. Oleh karena itu, kata dia, diperlukan penelitian yang mendalam untuk menguak kekayaan alam yang ada di bumi Indonesia. Menurut dia, jiak domestikasi tumbuhan berhasil maka dimungkinkan dapat turut menambah daftar sumber bahan pangan sehingga bisa berperan dalam upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan. "Sekarang sudah bukan saatnya lagi membicarakan tentang penemuan baru, tetapi penemuan baru itu perlu ditindaklanjuti dengan penelitian lain yang mengungkap nilai dan fungsi dari spesies tersebut bagi kelangsungan umat manusia," katanya. Lebih lanjut dia mengungkapkan bagaimana seharusnya keanekaragaman hayati tidak hanya sekedar menjadi tabungan kekayaan tetapi mampu betul-betul menyumbang bagi pertumbuhan ekonomi. "Misal, ketika kita menemukan tumbuhan tertentu dan tahu apa manfaatnya, mungkin untuk obat atau apa maka tentu tumbuhan tersebut akan memiliki nilai ekonomis sehingga dapat didomestikasi," katanya. Menurut dia, proses domestikasi juga menjembatani proses untuk melestarikan spesies tersebut. Dengan domestikasi, kata dia, maka populasi spesies tertentu dapat dipertahankan dalam jumlah yang cukup signifikan. "Tetapi itu tentu saja sangat tidak mudah, seperti ketika kita mau mendomestikasikan rusa, kita perlu tahu bagaimana cara dia berkembang biak, apa makanannya dan sebagainya," ujarnya. Sementara itu Kepala Pusat Biologi LIPI Dr Dedi Darnaedi mengatakan bahwa, penelitian telah jauh berkembang hingga ke taraf biologi molekuler di abad 21 ini. "Penelitian tersu berkembang sehingga tidak akan pernah selesai, penemuan spesies baru adalah awal dari penelitian-penelitian selanjutnya," ujarnya. Sedangkan ahli peneliti kupu-kupu Bruder Henk van Mastright mengatakan bahwa untuk menentukan suatu spesies betul merupakan penemuan baru dibutuhkan waktu yang tidak singkat. ` Perlu campur tangan dari sejumlah pakar yang ahli di bidang maisng-masing untuk memastikan bahwa spesies itu memang baru, kemudian baru dilanjutkan dengan penelitian nilai fungsinya," ujarnya.(*)

Copyright © ANTARA 2006