Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan penerimaan sejumlah uang oleh tersangka Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin (TRP) melalui orang kepercayaannya.

Pendalaman itu dilakukan tim penyidik KPK melalui pemeriksaan lima saksi untuk tersangka Terbit di Gedung Satbrimob Polda Sumatera Utara, Rabu (9/3), dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat.

"Seluruh saksi hadir dan dikonfirmasi, antara lain mengenai dugaan penerimaan sejumlah uang oleh tersangka TRP dengan menggunakan perantaraan beberapa orang kepercayaannya," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Lima saksi yang diperiksa tersebut ialah Bendahara Pengeluaran Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Langkat Nasrol, staf PT Nangindu 69 Natali, dan tiga staf Dinas PUPR Kabupaten Langkat, yakni Adaniar, Nuzaima Agustari, dan Rismayani.

KPK telah menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut, yaitu Terbit Perangin Angin; Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih, yang juga saudara kandung Terbit; tiga pihak swasta atau kontraktor, yaitu Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), dan Isfi Syahfitra (IS); serta Muara Perangin Angin selaku pemberi suap dari pihak swasta atau kontraktor.

Baca juga: Komnas HAM ungkap praktik kerja paksa, perbudakan di kerangkeng Terbit

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan sekitar tahun 2020 hingga kini, Terbit selaku Bupati Langkat periode 2019-2024 bersama dengan Iskandar diduga mengatur dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat untuk kepentingan pribadi.

Dalam melakukan pengaturan itu, Terbit memerintahkan Sujarno, selaku Plt. Kepala Dinas PUPR Kabupaten Langkat, dan Suhardi, selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa, untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar, sebagai representasi Terbit, terkait pemilihan pihak mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.

Agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, KPK menduga ada permintaan persentase atau fee oleh Terbit melalui Iskandar sebesar 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang serta 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung.

Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara, dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan. Total nilai paket proyek yang dikerjakan teersebut sebesar Rp4,3 miliar.

Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada pula beberapa proyek yang dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar.

Pemberian fee oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp786 juta, yang diterima melalui Marcos, Shuhanda, dan Isfi, untuk kemudian diberikan kepada Iskandar dan diteruskan lagi kepada Terbit.

KPK menduga dalam penerimaan hingga pengelolaan fee dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat tersebut, Terbit menggunakan orang-orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.

Baca juga: KPK dalami perintah Bupati Langkat tentukan nilai "fee" proyek

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022