Mataram (ANTARA) - Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Biro Nusa Tenggara Barat mengangkat tradisi gending gula atau jualan makanan ringan "rambut nenek" yang diiringi alunan nada, yang saat ini semakin terpinggirkan.

Kegiatan tersebut dikemas dalam diskusi "Bincang-bincang, Halaman Belakang Antara NTB", Mataram, Jumat.

Meran (70), pelaku gending gula, menyebutkan bunyi yang dikeluarkan dari perangkat jualannya berbahan besi anti-karat sebagai bagian untuk memanggil pembeli.

Baca juga: Fesyen show digelar di Mandalika angkat budaya tenun Lombok

"Dari irama ini pembeli akan berdatangan. Saya merupakan generasi kedua," katanya.

Gending Gula tersebut hanya berasal dari Desa Kembang Kerang, Aikmal, Lombok Timur. Saat ini, keberadaannya semakin langka dan terpinggirkan.

Nada yang dikeluarkan dari alat dagangan tersebut menjadi sebuah harmoni khas tersendiri dengan telapak tangan yang dipukulkan ke kotak demi kotak besi di tempat jualan rambut nenek.

Meran menyebutkan dirinya menekuni gending gula tersebut sejak usia 15 tahun. "Melalui gending gula ini, saya bisa menyekolahkan 10 anak sampai memiliki 24 cucu," katanya.

Ary Juliyant, musisi bluegrass asal Lombok, menyebutkan gending gula merupakan aset luar biasa alat musi yang dimiliki Pulau Lombok.

"Ini bisa direspons sebagai alat musik baru. Gending gula merupakan alat musik original khas lokal," katanya.

Sementara itu, sastrawan Lombok, Abenk menyebutkan gending gula merupakan "eksotika bunyi terlupa".

"Tak terbayangkan kalau gending gula ini ditampilkan secara kolosal dengan nada suara yang menarik," katanya.

Baca juga: Karnaval budaya NTB pukau delegasi APGN

Baca juga: Musisi Malaysia-NTB kolaborasi Pentas Seni di Taman Budaya

Baca juga: Pemprov NTB komitmen jadikan Taman Budaya "rumah" para seniman

Pewarta: Riza Fahriza*Kiki
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022