Jakarta (ANTARA News)- Pengamat pasar, Ifan Kurniawan memperkirakan rupiah akan dapat mencapai angka Rp8.800 per dolar, karena pelaku pasar khususnya asing membeli dolar akibat kekhawatiran mereka terhadap krisis utang di Eropa dan Amerika Serikat.

Para pelaku asing khawatir krisis utang di Eropa yang makin memburuk, karena belum ada kesepakatan dari Bank Sentral Eropa yang berencana memberikan dana talangan kepada Yunani, Italia dan Portugal, katanya.

Ifan Kurniawan yang juga analis PT First Asia Capital mengatakan, krisi utang di Amerika Serikat yang makin membengkak kemungkinan masih dapat di atasi oleh AS dengan mencetak dolar sebanyak-banyak, karena mata uang asing itu merupakan mata uang yang sudah dikenal dunia.

Sedangkan krisis di Eropa yang mengakibatkan Euro terpuruk sampai saat ini masih belum ada kesepakatan yang pasti bahwa Bank Sentral Eropa siap memberikan bantuan dana untuk mengatasi krisis di Eropa itu, katanya.

Akibatnya, lanjut dia krisis itu memberikan dampak negatif terhadap hampir semua mata uang Asia khususnya rupiah yang makin terpuruk hingga mencapai Rp8.705 per dolar turun 75 poin dari sebelumnya Rp8.630.

Tekanan pasar pada pukul 10.30 makin menguat, sehingga posisi rupiah terus melemah mencapai Rp8.730 per dolar AS atau turun 120 poin, ucapnya.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi dunia menjadi timpang, karena dukungan untuk tumbuh hanya terjadi di kawasan Asia Pasific khususnya emerging market (pasar potensial) terutama China, India dan Indonesia.

Sedangkan Amerika Serikat dan Eropa masih bergelut mengatasi persoalan di dalam negeri, kemudian disusul Jepang, setelah pasca tsunami masih belum bisa mengatasi himpitan tersebut, ucapnya.

Karena itu sejumlah fund manager, lanjut dia untuk sementara menarik dana-dana yang telah dilepas di kawasan Asia untuk mengatasi kekeringan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa.

Akibatnya dolar AS di pasar global mengalami kenaikan terhadap semua mata uang utama Asia, meski Amerika Serikat berkeinginan agar dolar itu melemah.

Hal ini terlihat dari pernyataan Gubernur Bank Sentral AS (The Fed) yang mematok suku bunga utamanya dalam dua tahun ke depan tetap nol persen.

Makin kuatnya tekanan negatif di pasar uang itu juga berpengaruh terhadap pasar saham, sehingga indeks harga saham gabungan (IHSG) melemah 1,96 persen atau 75 poin lebih menjadi 3.797,746.

Indeks Bursa Efek Indonesia (BEI) makin menjauhi level 4.000 poin, padahal para analis memperkirakan indeks akan dapat mencapai 4,500 poin pada akhir tahun ini, katanya.
(H-CS)



Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011