Jakarta (ANTARA News) - Duta besar Jerman untuk Indonesia Nobert Baas mengatakan perusahaan Jerman baik skala besar maupun menengah tertarik untuk bekerja sama dengan Indonesia dan Jerman adalah mitra ideal bagi Indonesia di bidang teknologi.

Jerman memang tidak dapat berkompetisi dalam investasi bidang pembangunan jalan atau jembatan di Indonesia, kata Baas kepada wartawan sehubungan dengan rangkaian kegiatan kerja sama Indonesia-Jerman (JERIN) di Jakarta pada Kamis.

"Namun kami siap mendukung apa saja yang berhubungan dengan teknologi modern atau produksi energi," tambahnya.

Dia mengatakan perusahaan-perusahaan Jerman dapat memberikan peralatan, teknologi dan inovasi teknologi untuk mengolah sumber daya mineral Indonesia menjadi produk yang lebih modern.

"Indonesia adalah negara yang sangat potensial karena sedang beranjak dari produsen bahan-bahan mentah menjadi produsen barang dengan nilai tambah, yang artinya memerlukan teknologi modern untuk mengolahnya," katanya.

Direktur Kamar Dagang Jerman-Indonesia (EKONID) Jan H. Ronnfeld yang juga hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang menarik karena menyediakan produk sekaligus menjadi pasar bagi Jerman dan negara Eropa.

"Kami membeli produk asal Indonesia dan produk Indonesia juga dipasarkan di Jerman. Sebagai ekonomi terbesar di Eropa, Jerman adalah pintu gerbang agar produk Indonesia masuk ke Eropa," kata Ronnfeld.

Sektor energi terbarukan dan teknologi merupakan sektor utama yang akan dibahas dalam rangkaian kegiatan JERIN antara lain seminar mengenai energi terbarukan: bio massa, "hydropower", dan energi matahari.

"Kami mengkhususkan kerja sama di beberapa sektor seperti energi terbarukan dan inovasi teknologi baru, kami juga berencana untuk membuat workshop mengenai mobil elektronik dan solusi transportasi," kata Ronnfeld.

Ronnfeld mengatakan bahwa Indonesia adalah negara besar dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat sehingga menjadi pasar yang baru bagi Jerman karena masyarakat Indonesia tertarik akan produk dengan nilai tambah.

"Jerman memproduksi barang dengan nilai tambah yang lebih besar sehingga cocok dengan Indonesia, namun memang ada tantangan untuk melakukan bisnis di sini misalnya keberagaman budaya, rencana keamanan, hukum serta masalah infrastruktur," jelas Roonfeld.

Ia juga menambahkan bahwa sejak krisis finansial di Eropa dan Amerika Serikat 2008 membuat kondisi ekonomi menjadi lebih sulit namun sektor ril tidak terlalu merasakan dampaknya.

"Sektor manufaktur tidak terlalu merasakan dampak krisis keuangan karena bila Anda membangun pabrik maka pabrik tersebut akan bertahan lama dan bila Anda menjual produknya maka krisis tidak akan terlalu terasa, jadi sektor rill tidak mudah goyah dalam waktu singkat," kata Roonfeld.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hingga paruh pertama 2011, Jerman sudah melakukan investasi sebesar 141,5 juta dolar AS untuk 37 proyek investasi atau berada di peringkat delapan dari negara yang berinvestasi di Indonesia.

Rangkaian kegiatan JERIN bertema "Creativity through Diversity" dilangsungkan mulai Oktober 2011 hingga Februari 2012 di lebih dari 12 kota seperti Jakarta, Medan, Bandung, Makassar Yogyakarta dan Surabaya dengan 60 kegiatan meliputi bidang ekonomi, politik, budaya dan teknologi.*

(T.SDP-03/M016)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011