... Bisa dibayangkan nenek-nenek atau kakek-kakek dari dusun di perbatasan dengan Kecamatan Seko ditandu selama dua atau tiga hari hanya untuk dipindai jari dan difoto. Belum lagi kalau hujan lebat...
Limbong, Sulawesi Selatan (ANTARA News) - Kecamatan Limbong di Sulawesi Selatan memang masih asing bagi telinga banyak orang. Tapi bolehlah dia jadi cerminan tentang pelaksanaan program nasional yang haram jika tidak dilaksanakan oleh aparatur pemerintahan di semua lini.

Program itu adalah KTP elektronikan dengan gelontoran dana sampai triliunan rupiah, tanpa program ikutan terkait hal itu terutama di pelosok Tanah Air.

"Alat-alat sudah datang. Mulai dari monitor dan komputer, alat pemindai, pencetak, kamera digital dan sebagainya. Tapi listriknya? Listrik cuma ada malam hari. Jarak di sini jauh-jauh, di pelosok jalan juga sangat buruk kondisinya," kata Camat Limbong, Kabupaten Luwu Utara, Selawesi Selatan, Baso Ali.

Masih ada lagi masalah besar. "Salah satu aspek pokok program KTP elektronika adalah akses internet. Jangan kata akses itu, sinyal telefon genggam saja nihil total; untuk berkomunikasi dengan dunia luar, cuma ada satu perangkat radio VHF dengan menara pemancar bertenaga aki di Kantor Kecamatan Limbong," katanya.

Dari suara radio dua meteran dengan modulasi suka terganggu itulah kabar berita apa saja mengalir. Untuk mengisi aki, harus dilakukan di Kecamatan Sabbang yang berjarak "cuma" 60 kilometer tapi perlu waktu seharian ke sana.

Kecamatan Limbong sangat terpencil. Dari Kota Makassar, jarak sejauh 500 kilometer ke utara di Perbukitan Verbeek dekat perbatasan Sulawesi Tengah yang kaya mineral ditempuh dalam hitungan hari. Untuk ke kota kecamatan memang bisa dilakukan memakai kendaraan bermotor, tapi untuk sampai ke dusun-dusun, maka kuda atau malah jalan kaki menjadi satu keharusan kalau mau sampai ke tujuan.

Dengan tujuh desa dan populasi 5.000 jiwa, sebaran penduduk sangat jarang di ketinggian antara 1.400 sampai 2.100 meter dari permukaan laut dengan temperatur bisa mencapai cuma lima derajad Celcius pada musim hujan.

Kecamatan besar terdekat adalah Kecamatan Sabbang, yang menghabiskan lima jam bermobil gardan ganda menjelajahi jalan-jalan berbatu lepas mendaki dan menurun, bertatap muka dengan jurang terjal dan dalam sampai ratusan meter.

Angkutan manusia dan barang ke Sabbang bisa juga dilakukan memakai sepeda motor yang telah dimodifikasi khusus. Namun kuda dalam satu konvoi juga tidak jarang ditemui, terutama dari pelosok-pelosok dusun.

Menurut Ali, baik kepala desa juga kepala-kepala adat telah berkumpul membahas program nasional --yang sering tidak mau tahu terhadap kondisi setempat-- itu.

"Bisa dibayangkan nenek-nenek atau kakek-kakek dari dusun di perbatasan dengan Kecamatan Seko ditandu selama dua atau tiga hari hanya untuk dipindai jari dan difoto. Belum lagi kalau hujan lebat... kasihan warga. Kami tengah mencari cara yang baik dan tepat," kata Ali.

Begitulah, Jakarta megah mewah dengan kenyamanan dan gaya hidup kosmopolitannya. Sementara masih banyak kawasan di Indonesia yang hidup dalam cara hidup menyerupai masa-masa megalitikum. (ANT)









Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011