Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perhubungan (Menhub) Hatta Rajasa menegaskan sampai saat ini pihaknya tidak tahu terhadap rencana likuidasi PT Industri Kereta Api (INKA) oleh pemerintah. "Sebagai regulator sektor perkeretaapian, Dephub belum dengar rencana itu. Siapa yang bilang?" katanya menjawab pers usai Sholat Jumat, di Jakarta. Penegasan tersebut terkait dengan pernyataan Menperin Fahmi Idris sebelumnya bahwa pemerintah menawarkan sejumlah opsi "penyelamatan" terhadap Inka yang berlokasi di Madiun itu karena kondisinya merugi. Opsi itu, termasuk juga ke PT Boma Bisma Indra (BBI) BUMN sektor alat berat, antara lain, pertama merger dengan sektor sejenis, kedua optimalisasi kinerja dan likuidasi. Kantor kementerian BUMN sendiri, menjadwalkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa dua BUMN itu pada Juni 2006. Kinerja kedua BUMN ini pada 2005 sama-sama merugi. PT INKA tercatat merugi Rp20,9 miliar dengan posisi ekuitas positif 42 persen terhadap aset, sedangkan PT BBI rugi Rp22,3 miliar. Hatta menilai, kalau pun harus likuidasi atau merger dengan PT KA, hal itu tak serta merta bisa dilakukan karena PT KA itu adalah operator dan PT INKA produsen sarana dan prasarana perkeretaapian. "Perlu kajian lebih komprehensif lah," kata Hatta. Dia juga menolak dianggap sebagai pihak yang berkontribusi terhadap kerugian INKA terkait dengam impor KRL (Kereta Rel Listrik) oleh Dephub. "Kebijakan impor KRL terhenti 2007. Artinya tahun ini terakhir impor KRL dan berikutnya pesan kepada PT INKA," katanya. Selain itu, katanya, pesanan Dephub ke INKA tahun ini lumayan besar yakni 20 kereta K3, 10 KRDE, 8 KRD dan 40 KRL bekerja sama Jerman. "Nilai rupiah pendamping dari semua pesanan itu mencapai Rp340 miliar," katanya. Dirjen Perkeretaapian Dephub, Soemino Ekosaputro juga mengaku belum tahu soal rencana likuidasi PT INKA itu. Sementara pengakuan Dirut PT KA Ronny Wahyudi sebelumnya, telah menerima surat mengenai hal itu dari Menneg BUMN dan Menhub. "Kami siap bila harus merger dengan PT INKA," kata Ronny.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006