Jakarta (ANTARA News) - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok menilai pemberantasan korupsi di Indonesia sulit dilakukan karena belum adanya komitmen yang kuat dari pemerintah dan masyarakat untuk memberantas korupsi.

"Di Indonesia masih ada tiga wilayah abu-abu yang membuat praktik korupsi sulit diberantas, yakni hukum, politik, dan bisnis," kata Ahmad Mubarok pada diskusi "Reshuffle dan Komitmen Pemberantasan Korupsi" di Jakarta, Minggu.

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bakti, pengamat politik dari Universitas Kristen Indonesia Margarito Kamis, serta praktisi hukum Ahmad Rifai.

Menurut Mubarok, tiga wilayah abu-abu tersebut sering saling terkait dan menyulitkan pemberantasan korupsi.

Ia mencontohkan, banyak pengusaha yang menjadi politisi dan kemudian bisa mempengaruhi proses hukum.

"Dampaknya, banyak kasus korupsi yang sanksi hukumnya sangat ringan, sehingga tidak membuat jera pelaku korupsi," katanya.

Apalagi, kata dia, budaya di Indonesia belum mendukung penegakan supremasi hukum dan pemberantasan korupsi.

Azas praduga tak bersalah yang diterapkan dalam sistem hukum di Indonesia, menurut Mubarok, membuat penegakan hukum berjalan kurang efektif.

Ia mencontohkan, di Singapura jika ada pengunjung restoran yang membuang sampah sembarangan, maka yang didenda cukup tinggi adalah pemilik restoran.

"Dengan sistem tersebut, pemilik restoran dan seluruh warga berusaha menegakkan disiplin dan mematuhi hukum," katanya.

Kemudian di China, menurut dia, pemberantasan korupsi bisa dilakukan dengan penerapan sanksi hukum yang berat, sehingga membuat efek jera terhadap pelaku korupsi.

Mubarok menambahkan, Pemerintah China terus menerapkan sanksi hukum yang berat secara konsisten sehingga menumbuhkan komitmen yang kuat di antara pemerintah dan masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

"Dampak positif yang diperoleh China, dalam waktu sekitar 20 tahun, China sudah tumbuh menjadi negara kaya," kata Mubarok.

(T.R024/Y008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011