Shanghai (ANTARA) - Bank-bank di Asia "gagal" dalam memenuhi janji global untuk mengatasi perubahan iklim dan menyelaraskan dengan tujuan dekarbonisasi negara mereka, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada Rabu.

Hampir 200 negara menandatangani pakta di Glasgow tahun lalu menyerukan bank dan lembaga keuangan di seluruh dunia untuk memobilisasi lebih banyak keuangan untuk membantu mencapai tujuan iklim global dan mencari cara inovatif untuk membayar adaptasi iklim.

Tetapi tinjauan terhadap 32 bank di seluruh Asia Timur dan Tenggara menunjukkan bahwa tidak ada yang membuat komitmen jelas atau rencana implementasi memadai untuk memenuhi tujuan perjanjian iklim Paris, menurut Asia Research & Engagement (ARE), kelompok lingkungan yang berbasis di Singapura.

Bank-bank dengan cepat meluncurkan produk keuangan hijau tetapi mereka tertinggal dalam hal membersihkan produk mereka yang ada dan melaksanakan kebijakan yang diperlukan untuk mengalihkan modal dari industri padat karbon, katanya.

"Ini menimbulkan kekhawatiran pencucian hijau: bahwa bank mencari manfaat pemasaran untuk kesepakatan keuangan berkelanjutan sambil memberikan tingkat keuangan yang lebih tinggi untuk industri kotor," kata laporan itu, dikutip dari Reuters.

Dari 32 bank di ekonomi besar seperti China, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Indonesia, hanya sembilan yang memiliki komitmen nol-bersih jangka panjang untuk emisi yang mereka biayai, sementara hanya 13 yang memiliki kebijakan yang melarang pembiayaan pembangkit listrik tenaga batu bara baru.

Bank-bank Asia dengan peringkat tertinggi adalah Grup DBS di Singapura, yang telah menetapkan target net-zero jangka panjang tetapi belum membuat rencana jangka pendek dan menengah yang jelas, dan juga memiliki sejumlah kesenjangan dalam kebijakan pembiayaannya.

DBS tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Lima bank diberi peringkat terendah karena "nyaris memulai" perjalanan mereka menuju kesiapan iklim, termasuk Bank of Ningbo China, Ping An Bank dan Shanghai Pudong Development Bank.

Tak satu pun dari tiga bank segera menanggapi permintaan komentar.

ARE mengatakan bank perlu menetapkan kebijakan iklim yang jelas yang selaras dengan tujuan nasional untuk menghindari risiko peraturan di masa depan dan memastikan klien mereka beralih ke teknologi yang lebih bersih dan lebih kompetitif.

Baca juga: Sri Mulyani: RI butuh Rp3.460 triliun untuk kurangi emisi karbon
Baca juga: USAID tekankan pentingnya kolaborasi atasi perubahan iklim
Baca juga: IMF: Gunakan respons terhadap pandemi dalam tangani krisis iklim

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022