Tangerang (ANTARA) - Sidang kasus dugaan penipuan dan pencucian dengan skema ponzi dalam perdagangan emas yang merugikan sejumlah orang mencapai Rp1 triliun yang digelar di PN Tangerang ditunda karena terdakwa dan penasihat hukumnya belum siap memberikan tanggapan.

Kuasa Hukum delapan Korban dari VISI LAW OFFICE, Rasamala Aritonang di Tangerang, Rabu, menyatakan kecewa karena seharusnya terdakwa telah mempersiapkan tanggapan karena Majelis Hakim sudah memberikan waktu selama satu minggu dari sidang sebelumnya yakni 16 Maret 2022 lalu.

"Pada dasarnya yang menunggu tanggapan dari sikap terdakwa bukan hanya delapan orang korban yang kami dampingi, tetapi juga ratusan korban lain. Terutama komitmen korban untuk mengganti kerugian para korban yang nilainya sangat besar," kata Rasamala Aritonang dalam keterangannya.

Pihaknya berharap pada sidang lanjutan yang rencana digelar pada Senin (28/3), terdakwa dan penasihat hukum telah siap dengan tanggapan dan menunjukkan itikad baik dalam memulihkan kerugian para korban.

VISI Law Office juga mulai dihubungi oleh sejumlah korban kejahatan lainnya yang menderita kerugian akibat perbuatan terdakwa. Banyaknya jumlah korban dan nilai kerugian yang sangat besar dan seharusnya bisa dijelaskan oleh terdakwa, terutama tentang keberadaan aset dengan nilai yang diduga mencapai ratusan miliar atau hingga triliunan.

Baca juga: PN Tangerang gelar kasus penipuan emas capai Rp1 triliun

Lebih dari itu, ke depan pihaknya berharap penggunaan Pasal 98 KUHAP semakin mendapat tempat dalam proses penegakan hukum di Indonesia, sehingga penegakan hukum yang berorientasi pada kepentingan pemulihan korban kejahatan benar-benar menjadi perhatian aparat penegak hukum di Indonesia.

"Upaya pemulihan korban tersebut juga membutuhkan perhatian dari lembaga negara lain seperti PPATK untuk menelusuri aset - aset hasil kejahatan, LPSK yang memiliki tugas melindungi saksi dan korban, serta instansi penegak hukum lainnya," kata dia

Sementara itu Afrizal selaku koordinator delapan korban penipuan dan juga pemilik toko emas Sumbar Riau yang berlokasi di Pasar Depok Jaya mengaku alami kerugian mencapai Rp12 miliar dari kasus penipuan investasi emas yang diikutinya.

Ia mengatakan dirinya mengenal Budi Hermanto yang kini sebagai terdakwa dari Feri yang merupakan keponakannya pada tahun 2019 silam. Ketika itu terdakwa mencari orang yang ingin menjual emas, baik itu bentuk perhiasan maupun logam mulia. Hingga akhirnya Feri mengenalkan terdakwa kepada dirinya.

Setelah mengenal terdakwa dan melakukan komunikasi, dirinya kemudian melakukan investasi emas dengan total 1,5 kilogram atau senilai Rp1.005.000.000. Sebagai tanda bukti penerimaan, dirinya mendapatkan bilyet giro yang dapat dicairkan dua bulan ke depan.

Saat itu dirinya dijanjikan pencairan dalam waktu dua bulan dengan keuntungan 1,5 persen setiap bulannya. Pada tahap awal ini, dirinya berhasil mencairkan giro sebesar Rp1.045.200.000.

Baca juga: Kejari Purwokerto tangkap seorang DPO kasus jual beli emas

Setelah itu terdakwa kembali menawarkan investasi emas lagi dengan tempo waktu yang lebih panjang yakni empat bulan dan keuntungan lebih besar. Karena pada tahap awal merasakan keuntungan, kemudian dirinya melakukan investasi lagi dengan menyetorkan emas kepada terdakwa dan mendapatkan bilyet giro.

Bahkan orang yang melakukan investasi emas kepada terdakwa semakin banyak. Sebagian besar adalah pedagang emas yang berasal dari Jabodetabek dan Sumbar. Pasalnya terdakwa dan para korban berasal dari daerah yang sama yakni Pariaman, Padang dan merupakan pedagang emas.

Kegiatan penyerahan emas dilakukan secara langsung ke toko emas milik terdakwa di ITC BSD Serpong seperti halnya orang melakukan jual beli emas. Meskipun jumlah emas yang di setorkan tersebut tergolong besar, namun terdakwa terlihat tak ada gelagat mencurigakan. "Kita percaya aja ketika itu. Apalagi yang menyerahkan emas juga banyak, bahkan ada perorangan," kata dia.

Masalah muncul ketika dirinya ingin melakukan pencairan pada tanggal 25 Februari 2021. Saat itu, bilyet giro yang dimiliki tak bisa dicairkan pihak Bank karena ada masalah dan diminta menghubungi pihak terkait. Ketika itu nilai pencairan yang akan dinilai sebesar Rp2,4 miliar. "Pada tanggal 26 Feberuari 2021, kami dapat info semua bilyet giro tak bisa dicairkan. Kami semua merasa ketika itu jadi korban," kata dia.

Melalui proses hukum ini, dirinya bersama tujuh korban yang merupakan pedagang emas di Taman Mini, Slipi Jaya dan Depok berharap agar emas yang telah diinvestasi dapat kembali meski dalam bentuk uang. Bukti bilyet giro sudah diserahkan sebagai bukti dalam persidangan. "Kaget, kapok, lemes dan hanya berharap modal kembali," ujarnya.

Baca juga: Waspada potensi penipuan lelang dan PO emas Antam

Pewarta: Achmad Irfan
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022