Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah Hakim Agung yang mengadakan pertemuan di sebuah hotel dan membicarakan pembubaran Komisi Yudisial (KY) bisa mengalami impeachment. Pakar Hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Denny Indrayana SH,LLM, di Jakarta, Minggu, mengatakan, perbuatan tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai konspirasi jahat yang luar biasa karena melanggar dan menabrak konstitusi. "Ini konspirasi jahat yang luar biasa, karena melanggar dan menabrak konstitusi dan dilakukan oleh Hakim Agung yang seharusnya paling mengerti hukum dan Undang-undang Dasar," katanya. Denny yang juga Direktur Indonesia Court Monitoring (ICM) itu menganalogikan perbutan sejumlah Hakim Agung itu dengan Mantan Presiden Abdulrahman Wahid (Gus Dur -red) yang mengalami impeachment karena berniat membubarkan MPR/DPR. "Gus Dur mengalami impeachment karena melanggar konstitusi akibat membubarkan MPR/DPR. Mestinya kalo dianalogikan dengan kasus Gus Dur itu, mereka bisa diimpeach dari jabatan sebagai Hakim Agung," jelas Denny. Ia menambahkan, KY tercantum dalam UUD 1945 sebagai salah satu lembaga negara sehingga upaya untuk membubarkan KY adalah perbuatan inkonstitusional. Pada Kamis, 2 Februari 2006 delapan Hakim Agung beserta pengacara Indra Sahnun Lubis yang ditunjuk sebagai kuasa hukum oleh 11 Hakim Agung dalam pelaporan terhadap anggota KY atas tuduhan pencemaran nama baik akibat beredarnya nama 13 Hakim Agung yang dilaporkan masyarakat ke KY mengadakan pertemuan di Hotel Danau Sunter Jakarta Utara. Menurut dokumen pertemuan yang diperoleh ANTARA News delapan Hakim Agung yang menghadiri pertemuan itu adalah juru bicara MA yang juga Ketua I Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Djoko Sarwoko, Ketua Muda Bidang Perdata MA Harifin A. Tumpa, Ketua Muda Bidang Tata Usaha Negara MA Paulus E Lotulung, Ketua Muda Bidang Pembinaan MA yang juga Ketua Dewan Pembina IKAHI Ahmad Kamil, Ketua Umum IKAHI Abdul Kadir Mappong, Ketua II Ikahi Imran Anwari, Hakim Agung Titi Nurmala Siagian dan Widayatno Sastro Hardjo. Dari delapan Hakim Agung itu, hanya Paulus E Lotulung, Widayatno Sastro Hardjo, Harifin A Tumpa dan Titi Nurmala Siagian yang termasuk 13 Hakim Agung yang dilaporkan masyarakat ke KY. Dari dokumen pertemuan itu terungkap Harifin A Tumpa mengatakan: "Untuk menyelesaikan masalah ini maka kita harus bertindak sampai ke akar-akarnya,". Pernyataan itu kemudian ditimpali Djoko Sarwoko dengan ucapan: "Kalau permintaan maaf dan sudah ada kerjasama, maka kita bubarkan KY,". Djoko Sarwoko dan Indra Sahnun Lubis telah mengaku menghadiri pertemuan tersebut, namun membantah materi pertemuan seperti yang termuat dalam dokumen yang diperoleh ANTARA News. Dalam dokumen pertemuan tersebut juga terungkap Indra Sahnun mengatakan, laporan informasi akan segera diserahkan kepada polisi agar dapat mengikuti opini hukum mereka. Indra Sahnun dalam dokumen itu mengatakan: "Kami atur terlebih dahulu penyidik-penyidik di Polda dan Mabes (polri-red),". Menanggapi ucapan Idra Sahnun seperti yang termuat dalam dokumen tersebut, Denny Indrayana mengatakan, pembicaraan itu menggambarkan indikasi praktik mafia peradilan yang sebenarnya. "Komentar dia yang mengatakan akan mengatur penyidikan itu adalah indikasi praktik mafia peradilan yang ironisnya dilakukan oleh Hakim Agung dan seorang Ketua Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), (Indra Sahnun Lubis-red)," katanya. Denny bahkan menilai perbuatan sejumlah Hakim Agung yang berupaya membubarkan KY bisa "membunuh" KY sebagaimana yang sebelumnya terjadi pada KPKPN (Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara) dan TGPTPK (Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). "Kalau ditarik ke belakang, pertemuan itu adalah untuk eksistensi MA terhadap KY yang sebenarnya sudah ada sejak lama. Mulai dari upaya mereka untuk memotong kewenagan KY dalam UU, konflik pemeriksaan Bagir Manan sampai pada Perpu seleksi ulang Hakim Agung. Mereka tidak igin KY bertambah kuat," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006