Paris (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian pada Minggu (27/3) mengatakan akan menjadi kesalahan kolektif jika tidak ada yang dilakukan untuk membantu warga sipil di kota Mariupol, Ukraina yang dikepung pasukan Rusia.

"Mariupol adalah sebuah contoh mencolok dari pengepungan militer, dan pengepungan militer adalah perang yang mengerikan karena penduduk sipil dibantai, dimusnahkan. Penderitaan yang mengerikan," kata Le Drian pada konferensi internasional Forum Doha.

"Inilah mengapa setidaknya perlu ada satu momen ketika penduduk sipil bisa bernapas," ujarnya.

Dia menambahkan bahwa momen untuk membantu warga sipil di Mariupol itulah yang sedang diusahakan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Macron pada Jumat (25/3) mengaku dirinya berusaha melakukan lebih banyak pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam beberapa hari mendatang tentang situasi di Ukraina dan inisiatif untuk membantu warga sipil meninggalkan Mariupol.

Baca juga: China, Prancis, Jerman dorong dialog Eropa-Rusia soal krisis Ukraina

Sebelumnya, Macron menyerukan untuk semua pihak menahan diri dalam kata-kata dan tindakan dalam menangani konflik Ukraina.

Seruan itu disampaikan Macron setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden menggambarkan Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai "tukang jagal" dan mengatakan Putin tidak boleh tetap berkuasa.

"Saya tidak akan menggunakan kata-kata seperti itu karena saya terus berdiskusi dengan Presiden Putin," kata Macron di saluran televisi France 3.

Saat berbicara di Warsawa, Biden mengatakan bahwa Putin "tidak bisa terus berkuasa".

Namun, seorang pejabat Gedung Putih kemudian mengatakan pernyataan Biden itu tidak mewakili perubahan dalam kebijakan Washington dan dimaksudkan agar negara-negara demokrasi bersiap untuk konflik yang berkepanjangan, bukan untuk mendukung perubahan rezim di Rusia.

Sumber: Reuters

Baca juga: Putin, Macron, Schulz bahas krisis Ukraina via telepon
Baca juga: Macron desak Putin akhiri operasi militer di Ukraina

 

Kompromi Ukraina dengan Rusia akan ditentukan melalui referendum

Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022