Jakarta (ANTARA News) - Belum lama ini tersiar berita bahwa polisi Arab Saudi menangkap empat pria Nigeria yang melebihi batas tinggal mereka di Mekah. Setelah ditelusuri, ternyata keempat pria itu non-Muslim dan masuk ke Kota Suci Mekah dengan menggunakan visa haji.

Komisi untuk Promosi Kebajikan dan Pencegahan lalu menahan mereka. Menurut harian berbahasa Arab Al-Sabq, empat pria Nigeria sedang menyuci mobil di sebelah barat Mekah saat ditangkap. Keempatnya dicurigai karena ketika waktu shalat Isya tiba, mereka tetap asyik dengan kegiatannya.

Sudah menjadi tradisi di Mekah, tiap kali waktu shalat tiba, warga terutama kaum pria harus segera mendatangi masjid atau shalat. Bahkan pemandangan shalat di trotoar terlihat saat musim haji.

Tatkala ditanya mengapa tidak shalat, jawaban mereka adalah orang Kristen. Padahal paspor mereka menunjukkan mereka telah memperoleh visa untuk umrah, tulis media ini.

Non-Muslim dilarang memasuki kota Mekah dan Madinah sampai batas tertentu.

Dalam prespektif historis relegius, Mekkah adalah kota yang pertama kali ada di muka bumi, karena di sinilah manusia pertama kali ada yaitu Nabi Adam AS diturunkan dan hidup dengan isterinya Siti Hawa.

Dari sinilah keturunan anak manusia itu berkembang ke segala penjuru dunia dan disini pula lahirnya seorang Rasul akhir zaman yang bernama Muhammad bin Abdullah pada hari Senin tanggal 12 Robiul Awwal tahun Gajah bertepatan 20 April 570 M dan para sahabatnya seperti: Abu Bakar Assidiq RA, Umar bin Khottab RA, Utsman bin Affan RA dan Ali bin Abi Thalib RA dan sahabat yang lainnya, di tempat ini pula lahirnya Agama Islam yaitu pada abad 14 M.

Mekkah disebut juga Tanah Haram. Pada tahun 8 H, (623 M) Mekkah masih boleh ditempati atau dikunjungi oleh orang-orang Nasrani, Yahudi dan non muslim lainnya.

Tetapi karena orang-orang kafir banyak melakukan tindakan-tindakan munafik, ingkar janji dan memusuhi serta menodai syiar Islam, maka pada tahun 9 H berdasarkan firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 28 yang artinya; "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang Musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini".

Kota Mekkah akan terus berkembang namun Tanah Haram tidak ikut berkembang kerena batasnya telah ditetapkan yaitu dari : Arah Utara Masjidil Haram-7 Km, Arah Selatan-13 Km, Arah Barat-25 Km.

Disinilah Allah SWT menempatkan Ka`bah dan Masjidil Haram. Disini pula diterapkan beberapa macam larangan seperti berburu hewan buruan, tidak boleh merusak pohon, tanah dan batunya dilarang dibawa keluar tanah haram serta orang non muslim dilarang masuk.

Jarak beberapa kota dari kota Mekkah : Jeddah 74 km, Thaif 80 km, Madinah 498 km, Riyadh 990 km. Pada bulan Juli dan Agustus suhu dikota ini sangat panas sampai 54`C dan pada bulan Desember dan Januari sangat dingin sampai 10`C, serta jarang turun curah hujan.

Menembus larangan

Mengapa orang nonmuslim dilarang menginjakkan kaki di tanah Mekah?

Sesungguhnya pertanyaan seperti itu kerap muncul di kalangan umat Muslim sudah lama. Bahkan tatkala jemaah haji dari arah Jeddah memasuki kota Mekah, termasuk dari Indonesia, akan bertanya saat di perjalanan menyaksikan satu ruas jalan disediakan pemerintah setempat bagi warga nonmuslim agar tak "nyelonong" masuk menuju Mekah.

Bagi petugas haji Indonesia, pembagian satu ruas jalan dari arah Jeddah menjadi dua arah: satu ke Mekah dan ke kota lain bagi warga nonmuslim, tentu sudah dapat dipahami. Sebab, warga nonmuslim dilarang menginjakan kaki kota Mekah.

Lantas, mengapa dilarang dan apa jadinya jika larangan itu tak diindahkan?

Buku al-Masihiyun fi Makkah (Christian at Mecca, 1909) karya Augustus Ralli menjadi menarik lantaran berupaya menjawab larangan tersebut.

Buku yang dicetak perdana pada Agustus 2011 itu, kini menjadi terasa aktual untuk memberi pemahaman seputar ritual pelaksanaan haji yang "diintip" melalui kaca mata orang Kristen, sekaligus menjawab mengapa warga nonmuslim berani menginjakan kaki di kota Mekah.

Dalam prespektif sejarah Islam, Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekah ke Madinah pada 622 M, yang kemudian ditandai dengan penanggalan hijrah bagi umat Islam. Di kota Madinah, Nabi Muhammad SAW mendapat sambutan dan pengikutnya pun bertambah. Lalu penyebaran akidah Islam pun meluas.

Pada 629 M, Nabi Muhammad SAW kembali ke tanah kelahirannya, Mekah, sebagai pemenang dengan sebelumnya mengalahkan lawan-lawannya yang sejak lama memusuhi. Pada tahun itu pula lahir satu undang-undang baru yang menegaskan bahwa tak seorang pun selain mukmin (muslim) yang boleh menginjakkan kaki di tanah Mekah.

Charles M. Doughty, dalam kata pengantar buku berjudul "Christian at Mecca" ini menyebut setiap musim haji pasti terjadi eksekusi mati bagi beberapa orang Kristen yang terbukti masuk ke tanah suci secara ilegal. Belum lagi dua warga asing tertangkap di Mina.

Meski ada larangan, masuk ke tanah suci bagi nonmuslim, termasuk berbagai kemungkinan yang akan dihadapi, malahan menjadi "magnet" yang menarik animo orang-orang berjiwa patualang.

Banyak kisah orang Eropa tak gentar, menyembunyikan jatidiri mereka, menyamar dengan pakaian muslim, melakukan tradisi dan ritual Islam, mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi sepanjang patualangannya di darat, laut dalam iklim yang ekstrim. Setelah mereka kembali ke negara masing-masing, mereka membawa pengetahuan yang susah payah diperoleh dari pusat Islam.

Buku setebal 371 halaman semakin menarik untuk dibaca. Esensi para patualang dari Eropa antara lain ingin memenuhi naluri ingin tahu. Tentunya termasuk ilmu pengetahuan. Para petualang itu di antaranya Ludovico Bartema (1503), Vincent Le Blanc (1568), Johann Wild (1607), Joseph Pitts (1680), Badia Y Leblich (Ali Bey Al-Abbasi) 1807, Ullrich Jasper Seetzen (Haji Musa) 1809-1810, John Ludwig Burckhardt (Syekh Haji Ibrahim) 1814-1815, Geovanni Finati (Haji Muhammad) 1814, Leon Roches (Haji Umar) 1841-1842, George Augustus Wallin (Waliyyuddin) 1845, Sir Richard Burton (Syekh Haji Abdullah) 1853, Heinrich Freiherr Von Maltzan (Sayid Abdurahman Bin Muhammad al-Skikidi) 1860, Herman Bicknell (Haji abdul Wahid) 1862, John Fryer Keana (Haji Muhammad Amin) 1877-1878 dan Snouck Hurgronje (Abdul Gaffar) 1885.

Terlepas dari risiko yang diterima akibat melanggar larangan tersebut, namun setelah mengikuti rangkaian kisah para petualang itu, seakan bagi pembaca menambah kerinduan akan tanah suci Mekkah dan Madinah. Kedua kota tersebut menjadi impian bagi umat Muslim.

Terlebih diperoleh gambaran perkembangan transportasi modern, yang mendukung perjuangan umat Muslim untuk menunaikan ibadah haji dari tahun ke tahun.

(E001/A011)

Pewarta: Edy Supriatna Sjafei
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011